Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan mengungkapkan kesulitan penanganan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri. Salah satunya, karena adanya "carrier" atau orang yang membawa bakteri difteri. Seorang carrier tidak sakit atau memunculkan gejala, tapi bisa menularkan difteri.
Dari keterangan tertulis dari laman resmi Kementerian Kesehatan sehatnegeriku di Jakarta, Kamis, disebutkan, salah satu faktor penanggulangan KLB menjadi lebih sulit adalah karena adanya orang sehat yang tidak menunjukkan gejala difteri, tapi bisa menularkannya pada orang lain.
Advertisement
Karena itu, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi penting dalam setiap kesempatan.
Bagi penderita batuk atau bersin diharapkan menjaga etika batuk dengan menggunakan masker atau menutup mulut saat batuk. Ini karena penyakit difteri sangat mudah menular melalui percikan ludah atau air liur penderita kepada orang lain yang berada dekat dengannya.
907 Kasus
Data Kemenkes sampai dengan 25 Desember 2017 tercatat 907 kasus difteri di seluruh Indonesia dengan 44 di antaranya meninggal dunia. Kasus difteri dilaporkan terjadi di 164 kabupaten kota dari 29 provinsi.
KLB Difteri saat ini berbeda dibanding KLB sebelumnya yang pada umumnya menyerang anak balita. Sementara KLB kali ini ditemukan pada kelompok umur 1-40 tahun di mana 47 persen menyerang anak usia sekolah, yaitu 5-14 tahun dan 34 persen menyerang umur di atas 14 tahun.
Data tersebut menunjukkan proporsi usia sekolah dan dewasa yang rentan terhadap difteri cukup tinggi.
Imunisasi ulang vaksin difteri atau "Outbreak Response Immunization" (ORI) tahap pertama sudah dimulai pada 11 Desember 2017 lalu di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Imunisasi ulang untuk tahap dua akan dilaksanakan di tiga provinsi yang sama dan dijadwalkan pada 11 Januari 2018.
Advertisement