Liputan6.com, Makassar - Memasuki hari ketiga Kamis (4/1/2018), penyidik Subdit 3 Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel terus menggenjot dua kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.
Dua kasus itu adalah dugaan korupsi pengadaan dan penanaman pohon ketapang kencana dan pembangunan sanggar kerajinan lorong. Dua kasus dugaan korupsi ini sendiri semakin heboh saat penyidik memeriksa maraton Wali Kota Makassar, Moh. Romdhan Pomanto selama dua hari sebagai saksi.
Danny Pomanto, sapaan akrab Moh. Romdhan Pomanto, merupakan salah satu calon kuat peserta pemilihan Wali Kota Makassar dari jalur independen.
Baca Juga
Advertisement
Wakil Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sulsel, Brigjen Pol Guntur Laupe mengatakan pemeriksaan maraton terhadap Danny karena ada keterkaitan dengan pengurusan Surat Catatan Keterangan Kepolisian (SKCK) sebagai syarat untuk digunakan Danny nantinya dalam memenuhi pendaftaran Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Makassar.
"SKCK tidak dikeluarkan kalau pemohon tersangkut masalah, oleh karena itu penyidik memeriksa maraton untuk kejar waktu. Harus ada kepastian sampai 8 Januari 2018," kata Laupe via pesan singkat, Kamis (4/1/2018).
Mengenai hasil pemeriksaan dua kasus tersebut, Laupe enggan berandai-andai. Tapi ia memastikan penyidik akan bekerja secara profesional.
"Kita lihat nanti hasilnya sudah terdapat unsur pidana atau belum. Seandainya belum ditemukan maka rekomendasi SKCK mutlak harus dikeluarkan oleh Polda begitupun sebaliknya," kata Laupe.
Kritikan Penggiat Antikorupsi
Beberapa lembaga penggiat antikorupsi di Sulsel turut mengapresiasi sikap Subdit 3 Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel yang dinilai berani menyidik kasus dugaan korupsi yang baru dilaporkan.
Salah satu penggiat antikorupsi, salah satunya dari Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, berharap semangat yang sama juga diperlihatkan penyidik Subdit 3 Dit Reskrimsus Polda Sulsel dalam penyidikan beberapa kasus dugaan korupsi lainnya yang dibiarkan mandek.
Apalagi pada rilis catatan akhir 2017 kemarin, Dit Reskrimsus Polda Sulsel sempat berjanji untuk menuntaskan seluruh kasus dugaan korupsi yang sudah bertahun-tahun mandek dan bahkan sudah menetapkan tersangka pada 2018 ini.
Beberapa kasus mandek yang dijanjikan akan tuntas pada 2018 pada rilis akhir 2017 kemarin adalah dugaan korupsi Dirjen Cipta Karya yang dilaksanakan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Sulsel dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 3,7 miliar, dan dugaan korupsi Bimbingan Teknis (Bimtek) Kabupaten Enrekang dengan taksiran kerugian negara mencapai Rp 1,7 miliar.
Selain itu, ada kasus dugaan korupsi di RS Pratama Enrekang, kasus dugaan korupsi Bandara Mangkendek yang sudah memakan waktu 5 tahun penyidikan dan telah menetapkan delapan orang tersangka.
Selain itu, kasus dugaan korupsi dana hibah dan dugaan korupsi pengadaan pipa di Kota Palopo serta puluhan dugaan kasus OTT lainnya yang sebelumnya heboh karena tersangka ada juga dari kalangan anggota Polri.
"Sekarang sudah tahun 2018. Masyarakat sekarang menagih janji itu. Jangan hanya menebar janji tapi tak ditepati," ucap Abdul Muthalib, Direktur Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Kamis (4/1/2018).
Muthalib melihat kinerja penanganan kasus korupsi oleh Direktorat Reskrimsus Polda Sulsel di bawah kepemimpinan mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Kombes Yudhiawan Wibisono jauh dari harapan pemberantasan korupsi yang sebenarnya.
Malah di tangan Yudhiawan, kata dia, banyak kasus dugaan korupsi yang ditangani hanya sebatas heboh pascapenetapan tersangka. Setelah itu, diakui Muthalib, perkembangan kasus tak lagi terdengar bahkan terkesan sengaja dibuat mangkrak.
Ia berharap pada 2018 ini, penyidik Polda Sulsel juga bisa transparan dalam penanganan seluruh kasus dugaan korupsi agar masyarakat mengetahui juga perkembangannya. Tidak hanya mengumbar janji dalam penuntasan kasus.
Tak hanya itu, ia juga mendesak dan meminta agar Kapolda Sulsel yang baru Irjen Pol Umar Septono untuk selalu turun langsung bertindak, melihat pola penanganan kasus korupsi oleh penyidiknya yang ACC Sulawesi nilai sangat mengecewakan dan terlihat tak menjadi agenda prioritas.
Advertisement
Korupsi Gedung Laboratorium
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat menyayangkan sikap pembangkangan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel atas hasil supervisi KPK terhadap penanganan perkara korupsi pembangunan gedung laboratorium terpadu pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM).
Dimana dari hasil supervisi KPK dengan tegas mengintruksikan penyidik Polda Sulsel untuk menyeret pihak pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi UNM tersebut. Diantaranya mantan Rektor UNM Prof Dr Arismunandar, Direktur Utama PT Asta Kencana Arsimetama, Unggul Roseno, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ismail dan pejabat penandatanganan surat perintah membayar (SPM) Nurdiana.
"Terus terang ada sebuah kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel yang buat KPK belum puas terkait itu padahal sudah di supervisi. Itu kasus korupsi di UNM, meski sudah proses namun masih ada pihak yang seharusnya bertanggungjawab tapi tak diseret ke persidangan," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Laode Muhammad Syarif usai menghadiri acara sosialisasi Perma 13/2016 di Hotel Best Western Makassar, Selasa 5 September 2017.
Meski demikian, Laode mengakui pihaknya belum melakukan upaya pengambil alihan penanganan dugaan korupsi yang telah merugikan negara sebesar Rp 4,2 Miliar lebih tersebut.
"Kita masih tunggu dulu Polda Sulsel untuk menyelesaikannya dan mengikuti hasil supervisi yang telah dilakukan. Dimana kita berharap pihak yang paling bertanggung jawab segera dikerjakan di antaranya mantan rektor yang bersangkutan,"tegasnya.
Sebelumnya, dalam kasus yang ditangani Polda Sulsel itu, telah menetapkan tiga orang tersangka yakni, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Prof Mulyadi, Direktur Utama PT Jasa Bhakti Nusantara selaku pelaksana pekerjaan Edy Rachmat Widianto, dan Team leader PT Asta Kencana Arsimetama, Yauri Razak selaku konsultan manajemen konstruksi.
Ketiganya pun telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Makassar, Rabu 6 Desember 2017. Mulyadi yang diketahui bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pembangunan gedung laboratorium terpadu pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun 2015 itu dijatuhi hukuman pidana selama 2 tahun penjara 8 bulan kurungan.
Selain itu, Majelis Hakim yang diketuai Rianto Adam Ponto dan beranggotakan Hakim Ad Hock Abdul Razak dan Hakim Anggota Cenning Budiana juga menetapkan denda sebesar Rp 50 juta kepada Mulyadi. Dan jika denda tersebut tak mampu dibayar, maka hukuman badan satu bulan kurungan pun menjadi penggantinya. Tak hanya itu, Mulyadi juga diperintahkan agar tetap ditahan.
Menurut Hakim, hal-hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah merugikan negara serta hal-hal yang meringankan yakni selama proses persidangan berlangsung, terdakwa bersifat proaktif dan tenang.
Hukuman yang sama juga diterima dua orang terdakwa lainnya. Masing-masing Direktur Utama PT Jasa Bhakti Nusantara selaku pelaksana pekerjaan pembangunan gedung laboratorium, Edy Rachmat Widianto, dan Team leader PT Asta Kencana Arsimetama, Yauri Razak selaku konsultan manajemen konstruksi.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada ketiga terdakwa lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya yang telah menuntut ketiganya pidana 4 tahun penjara denda Rp 50 juta, subsidair 6 bulan kurungan.
Proyek pembangunan Laboratorium Terpadu di Fakultas Teknik UNM menelan anggaran APBN 2015 Rp 34,9 miliar lebih sesuai nilai kontrak pengerjaan. Berdasarkan perhitungan BPKP Sulsel, pembangunan gedung tersebut mengalami kerugian negara sebesar Rp 4,2 miliar lebih.
Saksikan video pilihan di bawah ini: