Kronologi Dukun Pedofil Semar Mesem Cabuli Anak di Tangerang

Mengaku punya ajian semar mesem, seorang pria berinisial WS alias Babeh, melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 25 anak.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 04 Jan 2018, 19:48 WIB
Seorang pria berinisial WS alias Babeh, melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 25 anak. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Tangerang - Mengaku punya ajian semar mesem, seorang pria berinisial WS alias Babeh, melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 25 anak yang mayoritas laki-laki. Pria ini melakukan aksinya di gubuk kecil sebagai tempat praktik berkedok dukunnya.

Kapolres Tangerang Kombes Pol Sabilul Alif menjelaskan, aksi Babeh terjadi sejak awal 2017, namun baru ada orangtua korban yang melaporkannya pada Desember lalu. Kemudian, kepolisian membentuk tim penyidik untuk mengkroscek laporan tersebut.

"Awalnya ada yang SMS ke saya dari masyarakat melaporkan kasus kekerasan seksual," ujar Sabilul, Kamis (4/1/2018).

Lalu dari SMS tersebut, pihaknya memerintahkan Kasat Reskrim Kompol Wiwin Setiawan melakukan penyelidikan.

Setelah serangkaian penyelidikan, pada 20 Desember 2017, Sat Reskrim Unit V PPA, Pimpinan Kanit PPA Ipda Iwan Dewantoro, bersama 4 anggotanya melakukan penangkapan terhadap tersangka Babeh di kediamannya di Kampung Sakem, Desa Tamiang, Kecamatan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang.

Dari sanalah terungkap serangkaian tingkah bejat pedofil yang dilakukan tersangka selama hampir setahun itu. "Tersangka mengakui dan menceritakan perbuatan yang dilakukannya. Tersangka menceritakan, peristiwa itu berawal di Kampung Sakem, Desa Tamiang pada bulan April 2017," kata dia.

Saat itu, istri tersangka sudah 3 bulan menjadi TKW di Malaysia. Menurut tersangka, anak-anak sering mendatangi dirinya di gubug yang didirikan berdekatan dengan pesantren.

Kedatangan anak-anak karena menganggap tersangka memiliki ajian semar mesem dan bisa mengobati orang sakit. Tersangka mengaku sehari-hari berprofesi sebagai guru honorer di salah satu SD di kawasan Rajeg.

 


Minta Ajian Semar Mesem

Gubuk tempat Babeh cabuli 25 anak di Tangerang. (Liputan6.com/Pramita Tristiawati)

Anak-anak itu kemudian meminta ajian semar mesem kepada tersangka. Atas permintaan itu, tersangka bersedia memberikan ajian semar mesem asalkan ada imbalannya.

Namun, untuk mahar uang, anak-anak mengaku tidak memilikinya. "Dari sinilah tersangka kemudian mengatakan, mahar uang bisa diganti asalkan anak-anak bersedia disodomi. Berdasarkan pengakuan tersangka, anak-anak bersedia disodomi olehnya," tutur Kapolres.

Sebelum melakukan aksi bejatnya, tersangka memerintahkan anak-anak untuk menelan gotri atau sejenis logam bulat kecil yang diklaim tersangka sebagai bagian dari ritual pemberian ajian. Bila anak-anak menolaknya, tersangka menakut-nakuti korbannya akan terkena sial selama 60 hari.

"Atas dasar itulah, akhirnya anak-anak suka rela dilecehkan oleh tersangka," kata Sabilul.

Hingga pada 2 Desember 2017, tersangka kembali melakukan aksi kekerasan seksual kepada 3 anak. Salah satu anak kemudian menceritakan peristiwa itu ke orang tuanya.

Setelah melakukan penyelidikan, pada 14 Desember 2017, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP /29/K/XII/2017/Sek.Rajeg Tanggal 14 Desember 2017, seorang warga akhirnya melaporkan anak laki-lakinya menjadi korban peristiwa itu ke Polsek Rajeg.

"Setelah dilakukan visum, atas perintah saya, kasus itu diambil alih Polresta Tangerang," ujar dia.

 


25 Korban

(Liputan6.com/ilustrasi)

Dari hasil interogasi, jumlah anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual Babeh sebanyak 25 orang yang kesemuanya sudah menjalani visum. Tersangka juga mengiyakan atau mengaku kenal nama puluhan anak yang menjadi korbannya.

"Bahkan, saat saya salah mengeja nama anak yang menjadi korban, tersangkalah yang mengoreksinya," kata Sabilul.

Dari peristiwa itu, diamankan barang bukti berupa sebuah kaos lengan pendek merek Little Boy, satu celana pendek warna biru ungu, pelor gotri, dan telepon genggam.

Atas perbuatannya, Babeh dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dalam paling lama 15 tahun.

Untuk selanjutnya, langkah yang diambil adalah melakukan pemeriksaan terhadap korban didampingi orangtua, saksi, dan tersangka. Kemudian melengkapi administrasi penyidikan dan gelar perkara.

"Kepada para korban diberikan trauma healing dan pendampingan dari P2TP2A dan Kemen PPPA," kata Sabilul.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya