Liputan6.com, Jakarta - Menggantung harapan setinggi langit memang bukanlah dosa. Bahkan, sejak zaman dahulu, itulah yang dianjurkan para guru kepada murid-muridnya dan para orang tua kepada anak-anaknya. Harapan tinggi adalah sumber motivasi untuk menjalani hidup lebih baik dari hari ke hari.
Akan tetapi, harapan juga bisa menjadi bumerang. Seseorang yang selalu gagal mencapai harapannya pasti lambat laun disergap frustrasi. Apalagi bila itu terjadi saat orang-orang di sekelilingnya begitu yakin dia akan mampu mewujudkan harapan itu.
Baca Juga
Advertisement
Di Serie A Italia, dalam beberapa tahun belakangan ini, tim yang selalu mengarungi musim dengan harapan tinggi adalah Napoli. Bukan hanya mereka, para pengamat dan pencinta sepak bola pun mengakui anak-anak asuh Maurizio Sarri punya potensi luar biasa untuk meraih trofi.
Secara khusus, Napoli adalah klub yang paling diharapkan untuk menyudahi kedigadayaan Juventus. Enam kali beruntun merebut Scudetto, I Bianconeri telah membuat Serie A membosankan. Pergantian pelatih dan perubahan materi pemain tak membuat mereka goyah. Mereka tetap digdaya, terdepan dalam perebutan takhta juara Italia.
Musim ini, harapan yang sama mengiringi langkah anak-anak asuh Sarri. Apalagi mereka sejak awal musim begitu tangguh, tak tersentuh kekalahan hingga Juventus bertamu pada giornata ke-15. Sebiji gol dari Gonzalo Higuain membuat mereka harus mengembalikan capolista kepada Internazionale.
Toh, asa tidak lantas memudar begitu saja. Kekalahan itu, juga hasil imbang dengan Fiorentina pada giornata berikutnya diyakini hanya fase buruk biasa. Ya, sebuah fase yang niscaya dialami setiap klub di mana pun. Fase ketika kemenangan begitu susah diraih.
Buktinya, Napoli bisa kembali jadi capolista hanya satu pekan jelang akhir putaran pertama. Lalu, gol tunggal Marek Hamsik ke gawang Crotone membuat Napoli sah menjadi campione d'inverno 'juara musim dingin'.
Bayang-Bayang 2016
Meskipun demikian, Sarri dan anak-anak asuhnya tak lantas dilanda euforia. Kebahagiaan memang tak bisa disembunyikan, tapi optimisme meraih Scudetto tak lantas berlebihan. Mereka sadar, campione d'inverno hanyalah gelar khayal yang tak menjamin apa pun.
Sarri juga tak terbuai hasil apik yang diraih Napoli sepanjang 2017. Perolehan 99 poin sepanjang tahun, menurut dia, bukan hal yang bisa dibanggakan begitu saja. "Kami meraih 99 poin, tapi dengan distribusi yang buruk," kata dia.
Memang benar, sepanjang sejarah Serie A, lebih banyak campione d'inverno yang lantas merebut Scudetto. Jumlahnya mencapai 68,2 persen. Namun, bagi Napoli, gelar khayal itu tak jarang berujung kegagalan. Contohnya pada 2015-16. Bekal campione d'inverno tak cukup untuk menghentikan dominasi Juventus yang lantas meraih Scudetto kelima secara beruntun.
Padahal, Juventus saat itu menjalani start sangat buruk. Pada giornata ke-8, I Bianconeri terperosok di tangga ke-14. Itu adalah posisi terendah mereka sejak awal musim 2010-11. Tepatnya pada giornata ke-2 saat mereka berada di posisi ke-15 classifica.
Deja vu musim 2015-16 itulah yang kini membayang-bayangi I Partenopei. Ada banyak kemiripan perjalanan Napoli saat ini dengan musim itu. Mereka sama-sama menyalip Inter untuk merebut campione d'inverno, lalu mereka tersingkir di perempat final Coppa Italia di kandang sendiri dengan kebobolan dua gol. Dua musim lalu, Hamsik dkk. disikat Roma 0-2. Kini, Atalanta yang menyingkirkan mereka dengan skor 1-2.
Hal yang juga sama, pemburu terdekat mereka adalah Juventus. Bahkan, jarak antara mereka dengan I Bianconeri kali ini lebih dekat. Dua musim lalu, Napoli unggul dua poin, kini hanya satu poin. Ibaratnya, kini pasukan Massimilano Allegri bernapas tepat di tengkuk Hamsik cs.
Itu tentu bukan hal menyenangkan. Secara psikologis, siapa pun tak nyaman bila dibuntuti seorang jawara. Di Moto GP, seorang pebalap pasti grogi bila di belakangnya ada Valentino Rossi. Di Formula 1, hal yang sama berlaku saat pebalap tahu tengah dibuntuti Lewis Hamilton. Itulah yang kini dirasakan Napoli.
Advertisement
Paling Menarik
Dibuntuti jagoan seperti Juventus, Napoli tahu persis bahwa mereka tak boleh membuat kesalahan sedikit pun. Mereka harus terus konsisten meraup kemenangan. Pasalnya, sang petahana bisa memanfaatkan kesalahan sekecil apa pun untuk menyalip dan merebut capolista dan menggenggamnya hingga finis.
Napoli wajib tampil seperti Manchester City di Premier League musim ini atau Chelsea pada musim lalu. Dua tim itu, seperti kata Gary Cahill, mampu menimbulkan rasa frustrasi di dada para penggawa pesaing terdekat. "Musim lalu, Tottenham meraih kemenangan demi kemenangan, tapi kami pun melakukan hal serupa. Itu pada akhirnya membuat mereka berpikir sudah tak ada lagi yang bisa diperbuat untuk menggusur kami," kata Cahill.
Terlepas dari hal itu, persaingan ketat antara Napoli dan Juventus saat ini jadi pembeda Serie A dari liga-liga elite lain di Eropa. Saat ini, tak bisa dimungkiri, Serie A jadi liga paling menarik dengan persaingan ketat di antara tim-tim papan atas. Adapun di Inggris, Spanyol, Jerman, dan Prancis, sang pemimpin klasemen paruh musim sudah unggul jauh dari rival terdekat.
Di Premier League, Man. City seperti tinggal menanti pengesahan juara. Semesta seperti sepenuhnya mendukung anak-anak asuh Pep Guardiola untuk berjaya. Bahkan, ketika seharusnya kalah saat melawan Crystal Palace pun, mereka selamat berkat tangkisan kiper Ederson terhadap penalti Luka Milivojevic hanya beberapa saat sebelum wasit meniup peluit akhir pertandingan.
Di samping mereka begitu kuat dan sulit dikalahkan, para rival pun malah terengah-engah, kehilangan poin demi poin. Tak satu pun dari Manchester United, Chelsea, dan Tottenham Hotspur yang konsisten di jalur kemenangan. Man. United yang sempat mendekat mulai tercecer karena tiga hasil imbang dengan tim-tim semenjana. Red Devils sebagai pesaing terdekat kini tertinggal 15 poin dari The Citizens.
Di Spanyol, Barcelona secara matematis masih bisa disusul oleh Atletico Madrid yang tertinggal sembilan poin. Namun, secara historis, El Barca sudah juara. Fakta sejarah membuktikan, sejak kemenangan diganjar tiga poin pada 1995-96. klub asal Katalonia itu tak bisa digoyahkan bila memuncaki klasemen jornada ke-17 dengan keunggulan poin berapa pun. Lalu, tak ada tim dengan keunggulan lebih dari lima poin pada pekan ke-17 yang gagal juara.
Di Jerman dan Prancis, situasinya bisa dikatakan sama. Sang penguasa klasemen adalah tim terkuat dan terkaya. Pesaing paling nyata pun tidak dalam kondisi oke. Bayern di Bundesliga 1 saat ini unggul 11 angka atas FC Schalke 04 yang berada di posisi ke-2. Adapun sang pesaing utama, Borussia Dortmund, tertinggal 13 angka. Sementara itu, PSG di Ligue 1 unggul sembilan poin dari AS Monaco dan Olympique Lyon.
Keunggulan besar para pemuncak klasemen atas lawan-lawan terdekat itu membuat persaingan juara di keempat liga tersebut hambar. Perjalanan setengah musim kedua pun akan kian tawar karena butuh keajaiban untuk melihat sebuah kejutan yang membuat sang penguasa klasemen saat ini tergelincir dan gagal juara.
*Penulis adalah pengamat sepak bola dan jurnalis. Tanggapi kolom ini @seppginz.