Liputan6.com, Cilacap - Ratusan truk pengangkut batu border hilir mudik di ruas jalan sempit menuju Perbukitan Ciwuni, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah. Dari gunung tambang batu itu, ratusan ribu meter kubik batu border melintas tiap hari.
Ruas jalan sepanjang empat kilometer yang melintasi empat desa, yakni Ciwuni, Karangjengkol, Keleng dan Pesanggrahan hancur lebur. Warga pun terusik dan marah.
Tatkala hujan, lumpur memenuhi jalan-jalan berlubang bak kubangan kerbau. Di lain waktu, lumpur mengering dan membuat debu beterbangan menyesakkan nafas ketika truk dari tambang batu.
Baca Juga
Advertisement
Anak-anak sekolah yang tiap pagi dan siang bersepeda atau jalan kaki menuju sekolahnya menderita. Tak jarang, seragam dan sepatu mereka belepotan kecipratan lumpur dari kendaraan yang melindas kubangan.
Di lain waktu, saat lumpur mengering, mereka harus berjibaku melintas di jalan yang pekat oleh debu. Bukan hal yang mudah untuk anak-anak usia belasan.
Tak tahan dengan dampak penambangan, ratusan warga sempat memblokir jalan. Tuntutan mereka sederhana, pengusaha tambang batu bertanggungjawab terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan.
Pasalnya, saban hari ratusan armada truk bermuatan batu border dengan beratan 10 sampai 15 ton hampir 24 jam lalu lalang dan menyebabkan jalan rusak total.
Tuntutan Warga ke Pengusaha Tambang Batu Border
Tuntutan warga yang pertama, pengusaha tambang batu memperbaiki jalan yang berlubang. Kedua, pembagian masker untuk warga dan anak-anak sekolah secara rutin.
Adapun tuntutan ketiga, waktu operasional truk dibatasi, dari jam 07.00 WIB hingga 17.00 WIB sesuai dengan kesepakatan awal sebelum penambangan batu dimulai sekitar 10 tahun lalu.
"Sesuai kesepakan dengan warga sebelumnya, truk kan harusnya beroperasi dari jam 07.00 pagi sampai jam 17.00 WIB. Nyatanya, dari jam 2 pagi sampai habis maghrib truk masih beroperasi," tutur Anggota Forum Peduli Desa, Kasino kepada Liputan6.com, Sabtu, 6 Januari 2018.
Mediasi oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Cilacap pun sempat dua kali digelar. Namun, tak ditemukan kata sepakat antara warga dengan pengusaha tambang.
Peningkatan mutu jalan yang amat vital bagi warga empat desa pun tak pernah terealisasi. Sudah setahun lebih warga susah lantaran jalanan rusak parah.
Saking banyaknya kendaraan yang melintas di jalan sempit itu, kecelakaan pun tak terelakan. Berpuluh insiden terjadi sepanjang tahun. Satu di antaranya, meninggal dunia.
"Terjadi di Desa Pesanggrahan. Korbannya meninggal," dia mengungkapkan.
Advertisement
Sebagian Besar Tambang Batu Tak Dilengkapi Amdal
Ketua Forum Peduli Desa, Wardi mengatakan, Kamis (4/1/2018), ketua dan sejumlah anggota DPRD Cilacap berkunjung ke lokasi. Atas fasilitasi DPRD pula, warga dan pengusaha bermusyawarah. Namun, belum ditemukan titik temu.
Anggota DPRD pun sempat sidak ke lokasi tambang. Di sana, ditemukan fakta bahwa sebagian besar penambangan batu border tak dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).
Sidak itu, menurut informasi yang diterima Wardi, akan ditindaklanjuti oleh DPRD dengan memanggil seluruh penambang dan dinas terkait.
"Kami sudah resah akitivitas penambangan membuat kondisi desa jadi tidak nyaman," ucap Wardi.
Tak hanya itu, Sungai Keleng juga mendangkal dan dipenuhi lumpur serta material sisa penambangan batu di Bukit Ciwuni. Padahal, keberadaan sungai yang mengalir di empat desa ini amat vital bagi warga.
Warga pun menuntut agar aktivitas penambangan dihentikan sampai seluruh pengusaha melengkapi dokumen dan memenuhi tuntutan warga. Mereka menilai, penambang mengabaikan dampak-dampak yang dirasakan warga.
Saksikan video pilihan berikut ini: