Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Arab Saudi memberlakukan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5 persen mulai 1 Januari ini. PPN dikenakan untuk produk makanan, pakaian, barang elektronik, bensin, tagihan telepon, air dan listrik, serta pemesanan hotel.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengungkapkan sedang mempelajari kebijakan Arab Saudi memungut PPN 5 persen atas sejumlah barang dan transaksi terhadap perdagangan Indonesia.
"Kita sedang mempelajari lebih jauh pengaruhnya (kebijakan Arab Saudi) terhadap perdagangan kita," ujar Oke saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (7/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia menegaskan, penerapan PPN oleh Arab Saudi diberlakukan terhadap semua produk yang diperdagangkan. Bukan hanya produk ekspor dari Indonesia saja, tapi juga dari negara lain.
"Tidak hanya barang kita yang kena PPN, tapi semua barang baik produk domestik mereka (Arab Saudi) maupun asal impor dari negara manapun," dia menambahkan.
Oke bilang, dampak langsungnya dari pungutan PPN sebesar 5 persen oleh Arab Saudi akan menurunkan daya beli masyarakatnya. Sebab, otomatis harga jual barang akan naik dan itulah beban yang harus ditanggung konsumen atau warga Arab Saudi.
"Pengaruh langsungnya yang pasti terhadap penurunan daya beli masyarakatnya. Sehingga yang akan terganggu adalah perdagangan internasionalnya, karena adanya penurunan daya beli," jelasnya.
Sementara itu, Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama, Mulyo Widodo mengatakan, kebijakan penerapan PPN 5 persen oleh Arab Saudi akan mengerek biaya umrah dan haji di Indonesia. Namun untuk besaran kenaikan, perlu dilakukan kajian lebih dulu.
"Kebijakan ini kan baru, kita belum tahu implementasinya seperti apa. Otomatis kalau ada pajak, maka penyelenggara umrah dan haji bakal menaikkan biayanya karena jika tidak keuntungan mereka yang berkurang. Tapi ini masih perlu kajian menyeluruh," tegas dia.
Saat ini selain masih mengkaji kebijakan Arab Saudi, menurut Widodo, Kementerian Agama menekankan aspek pelayanan umrah dan haji yang dilakukan berdasarkan besaran biaya yang dibayar jamaah untuk pergi beribadah ke Tanah Suci. "Kita pantau, awasi, jamaah umrah mendapatkan kepastian layanan sesuai dengan yang telah dibayarkan ke travel," tukasnya.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Arab Saudi dan UEA Tarik Pajak 5 Persen Mulai 1 Januari 2018
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mulai memperkenalkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pertama kalinya pada awal 2018. Pungutan pajak sebesar 5 persen itu diterapkan di sebagian besar barang dan jasa.
Mengutip laman BBC, Senin (1/1/2018), negara-negara Teluk telah lama menarik pekerja asing dengan janji bebas pajak. Namun, pemerintah ingin meningkatkan pendapatan seiring dengan turunnya harga minyak. Pajak itu mulai dikenakan 1 Januari di kedua negara tersebut.
UEA memperkirakan, pendapatan PPN akan sekitar 12 miliar dirham atau sekitar US$ 3,3 miliar pada tahun pertama. Jumlah itu setara Rp 44,70 triliun (asumsi kurs Rp 13.546 per dolar Amerika Serikat).
Adapun pihaknya berencana kenakan pajak untuk bensin, solar, makanan, pakaian, dan tagihan listrik, sedangkan hotel sudah dikenakan PPN. Akan tetapi, sejumlah pengeluaran yang dikeluarkan dari pajak, yaitu perawatan medis, layanan keuangan, dan transportasi umum.
Dana moneter internasional atau IMF telah lama meminta negara-negara Teluk untuk diversifikasi sumber pendapatan selain cadangan minyak. Di Arab Saudi, lebih dari 90 persen pendapatan dari industri minyak. Adapun di UEA sekitar 80 persen. Kedua negara itu sudah mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan pendapatan pemerintah.
Di Arab Saudi sudah kenakan pajak tembakau dan minuman ringan, serta memangkas beberapa subsidi yang ditawarkan kepada penduduk setempat. UEA pun menaikkan tarif tol serta mengenakan pajak pariwisata. Namun, tidak ada rencana memperkenalkan pajak penghasilan. Sebagian besar warga bebas pajak atas penghasilannya.
Sejumlah negara Teluk antara lain Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar berkomitmen untuk mengenakan PPN meski menunda rencana hingga 2019.
Advertisement