BPH Migas Tugaskan Pertamina dan AKR Salurkan BBM Subsidi di 2018

AKR Corporindo Tbk pada tahun‎ ini ditugaskan menyalurkan solar subsidi dengan volume 250 ribu kilo liter di Indonesia

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jan 2018, 11:00 WIB
Ilustrasi BBM Subsidi. (Liputan6.com/Miftahul Hayat)
Liputan6.com, Jakarta Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menugaskan PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk, menyalurkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium penugasan dan Solar serta minyak tanah pada 2018.
 
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, BPH Migas telah melakukan‎ serangkaian proses penilaian dan evaluasi, melalui sidang komite ditetapkan  AKR Corporindo sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian BBM jenis tertentu (solar subsidi).
 
 
Selain itu, Pertamina juga ditugaskan sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian BBM jenis tertentu (solar dan minyak tanah bersubsidi) dan BBM jenis khusus penugasan (premium penugasan).
 
"BPH Migas telah melaksanakan proses pemilhan terhadap badan usaha pemegang izin usaha niaga umum BBM," kata dia di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (8/1/2018).
 
AKR Corporindo Tbk pada tahun‎ ini ditugaskan menyalurkan solar subsidi dengan volume 250 ribu kilo liter (kl) di seluruh wilayah Indonesia.
 
Sedangkan Pertamina mendapat tugas menyalurkan solar dan minyak tanah bersubsidi dengan volume 15.980.000 kl dengan wilayah penugasan di seluruh wilayah Indonesia.
Adapun rincianya untuk ‎solar bersubsidi sebesar 15.370.000 kl‎ dan minyak tanah sebesar 610 ribu kl.‎ 
 
Sedangkan volume Premium penugasan yang disalurkan Pertamina pada 2018 sebesar 7,5 juta kl, dengan penugasan di wilayah luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali).
 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 
 

Pemerintah Pilih Pertahankan Harga BBM dan Listrik, Kenapa?

Pemerintah memutuskan mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium, Solar bersubsidi dan tarif tenaga listrik pada periode 1 Januari-Maret 2018 meski harga minyak dunia terus merangkak naik. Tahun politik menjadi salah satu pertimbangan harga BBM dan listrik tidak naik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, laju inflasi tahun ini dibayang-bayangi oleh tekanan harga minyak dunia.

Mengutip Reuters, Rabu 3 Januari 2018, harga minyak mentah berjangka AS atau West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan 20 sen lebih rendah pada kisaran US$ 60,22 per barel. Pada awal perdagangan WTI sempat mencapai US$ 60,74 per barel, tertinggi sejak Juni 2015.

Namun, kenaikan harga minyak dunia belum mengubah keputusan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan tarif listrik di periode berikutnya.

"Kalau bicara tekanan inflasi, administer prices yang lebih besar karena harga minyak mentah sudah naik jauh. Tapi apakah pemerintah akan melakukan itu (menaikkan harga BBM dan tarif listrik), nanti dulu. Apakah pemerintah akan mengubahnya, belum tentu," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Rabu (3/1/2018).

Pemerintah, diungkapkan Darmin, belum membuat kesepakatan untuk menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar bersubsidi maupun tarif tenaga listrik apabila harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) berada pada level tertentu.

"Belum ada kesepakatan soal itu," tegas mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.

Saat ditanyakan alasan pemerintah belum berani mengerek harga BBM dan tarif listrik di 2018 untuk menyesuaikan ICP maupun harga minyak mentah dunia karena mempertimbangkan tahun politik, Darmin membenarkannya.

"Itu (tahun politik) termasuk dipertimbangkan, sehingga kami tidak buat peraturan yang fix. Tergantung situasinya juga," tutur dia.

Terkait beban keuangan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang semakin berat karena keputusan pemerintah tersebut, eks Dirjen Pajak ini tidak mau ambil pusing. Dia menganggap keputusan itu adalah pilihan. Namun, bukan berarti pemerintah mengorbankan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

"Itu namanya pilihan-pilihan kebijakan, pasti ada pengaruhnya. Mana yang dipilih atau keputusan kebijakannya tidak bisa dijawab sekarang. Yang pasti tidaklah (mengorbankan Pertamina dan PLN), itu bisa saja nanti ada solusinya," kata Darmin.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya