Liputan6.com, Pekanbaru - Harimau yang memangsa karyawati PT Tabung Haji Indo Plantation rupanya sudah mulai terlihat sejak akhir Desember 2016. Hewan belang serupa juga masuk perkampungan pada pertengahan Mei 2017 lalu di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau.
Upaya evakuasi sudah lama direncanakan, hanya saja tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau selalu kehilangan jejak karena daya jelajah hewan ini yang bisa mencapai 300 kilometer.
Hingga pada pertengahan Desember 2017, ada perintah evakuasi atau translokasi harimau dari Dirjen KSDA dan Energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Pada tanggal 4 Januari 2018, sudah diagendakan rapat bersama perusahaan, rupanya sudah kejadian dulu. Ada tiga karyawati perusahaan dikejar, salah satunya meninggal," kata Plt Kepala BBKSDA Riau Haryono di Pekanbaru, Jumat pagi, 5 Januari 2018.
Baca Juga
Advertisement
Oleh karena itu, tim sudah dibentuk lebih cepat diberangkatkan setelah kejadian penyerangan pada 3 Januari 2018. Di lokasi, tim KSDA dibantu kepolisian tengah mempelajari pola gerak hewan ini untuk kemudian ditangkap kalau terlihat.
Proses penangkapan sendiri, ujar Haryono, perlu dilakukan hati-hati karena yang dihadapi adalah harimau. Di samping itu, perlu ditangkap sesuai prosedur yang diatur internasional tentang hewan dilindungi.
Haryono menerangkan, harimau menyerang manusia hingga memakan korban jiwa baru pertama kali terjadi di lokasi tersebut, meski keberadaan hewan belang itu sering muncul. Masyarakat juga melaporkan gerak-geriknya diintai ketika beraktivitas.
"Ada laporan warga yang menyebut ketika mencuci, harimaunya ada di depan," terang Haryono, didampingi Kabid Wilayah II KSDA Riau, Hutomo.
Mengapa Harimau Jadi Reaktif?
Sementara menurut Hutomo, ada beberapa faktor harimau nekat menyerang manusia, khususnya pada kejadian yang dialami Jumiati dan dua rekannya. Salah satunya terkejutnya harimau karena berpapasan dengan manusia.
Hal ini membuat harimau lebih reaktif. Apalagi manusia yang dijumpainya juga kaget dan membuat tindakan reaktif sehingga menyerangnya.
"Karena terkejut, harimau tadi lebih reaktif. Dan tiga karyawatinya juga terkejut melihat harimau," kata Hutomo.
Di samping itu, faktor panen di areal perkebunan, baik itu Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sawit, membuat harimau keluar dari sarangnya, di mana hewan belang ini disebut biasanya mendiami kawasan konservasi Kerumutan.
Kawasan ini memang berbatasan dengan HTI yang juga bersebelahan dengan perkebunan sawit. Biasanya, masa panen ini membuat monyet dan babi berkeliaran dan keduanya merupakan mangsa harimau.
"Ini sudah dipelajari, di mana ada masa panen dan pembukaan HTI, biasanya harimau sering dilaporkan kelihatan. Sama seperti ketika panen HTI di Pelalawan dulu, kan ada muncul harimau di samping alat berat," kata Hutomo.
Advertisement
Kejadian Pertama
BBKSDA Riau menghimbau masyarakat lebih berhati-hati ketika beraktivitas di kebun sawit, khususnya daerah yang pernah dilintasi harimau. Perusahaan juga diminta mengkordinir karyawan supaya tidak sendirian beraktivitas dan tak reaktif ketika melihat harimau.
Pihak PT Tabung Haji Indo Plantation mengaku sudah lama memasang pelang himbauan serta surat edaran ke lokasi-lokasi yang pernah dilintasi harimau. "Sudah dipasang sejak harimau ini pertama terlihat pada Desember 2016," kata Dani Murtopo selaku perwakilan perusahaan tersebut.
Dia menyebut, perusahaannya sudah 20 tahun beroperasi di lokasi tersebut. Kejadian penyerangan harimau itu disebutnya baru pertama kali terjadi. Dia juga menyebut lahan operasi perusahaannya tidak termasuk ke kawasan konservasi.
"Sejak tahun 1998, baru ini kejadian harimau menyerang. Harimau ini juga baru kelihatan pada Desember 2016. Logika kami harimau muncul karena adanya panen," kata Dani.
Sebelumnya, karyawati harian PT tersebut diserang ketika berpapasan dengan harimau di KCB 76 Blok 10 Afdeling IV Eboni Estate. Meski sudah memanjat sawit, Jumiati tak selamat setelah harimau ikut memanjat dan menerkamnya ketika jatuh.
Saksikan video pilihan berikut ini: