Liputan6.com, Yogyakarta - Kegiatan filantropi bisa dilakukan sejak dini dan tidak perlu menunggu menjadi kaya raya untuk melakukan aksi sosial itu. Kebanyakan orang bingung cara memulai karena tidak memiliki jaringan pendampingan yang berkelanjutan dan sistematis.
Galanggo, sebuah start up digital karya mahasiswa UGM, menjadi salah satu solusinya. Fokus pada donasi dan kerelawanan, Galanggo bisa diakses banyak orang tanpa perlu khawatir ada penyalahgunaan donasi.
"Rekening atas nama Galanggo dan sudah bisa diakses di laman Galanggo.org atau via aplikasi Android, ada audit rutin donasi yang masuk dan kami melaporkan secara transparan di media sosial," ujar Muhamad Luqman Taufiq, CEO Galanggo.org, di UGM, Senin (8/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Galanggo fokus pada kegiatan donasi, termasuk filantropi, di empat bidang, yakni penanggulangan bencana alam, pendidikan, disabilitas, dan kesehatan.
Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Galanggo telah menyalurkan donasi sekitar Rp 50 juta ke sejumlah bidang, meliputi, pengobatan penyakit hidrosefalus, bencana banjir di Garut Jawa Barat, gempa bumi Pidie Aceh, bencana banjir di Gunungkidul, dan survei pasca-bencana tanah longsor di Pacitan Jawa Timur.
Tahun ini Galanggo menjajaki kerja sama yang menargetkan nilai donasi Rp 1,2 miliar dengan Baznas.
"Keberadaan aplikasi ini bukan untuk bersaing dengan donasi online yang sudah ada, tetapi turut serta dalam donasi dan kerelawanan, memfasilitasi kegiatan filantropi," ucap mahasiswa pascasarjana jurusan Pariwisata UGM ini.
Dua Fitur Utama Galanggo
Mengakses laman Galanggo.org tidak rumit. Cukup mendaftar di laman beranda dan meneruskan sesuai dengan petunjuk. Ada sejumlah proyek yang ditawarkan dan donatur bisa memilih sesuai dengan keinginan mereka.
Galanggo memiliki dua fitur utama, galang dana, dan galang relawan. Untuk galang relawan, Galanggo memiliki fungsi memfasilitasi kelompok relawan yang membutuhkan relawan baru. Saat ini ada sekitar 250-an relawan yang bergabung di Galanggo.
"Jadi kalau ada donatur yang berminat menjadi relawan bisa mendaftar juga," kata Luqman.Keberadaan Galanggo sebenarnya sudah sejak 2014. Ide ini dicetuskan oleh lima mahasiswa UGM, yakni Muhammad Andira Barmana, Jatmika Prajayastanda, Bayu, Achmad Prabu, dan Miftahurrahma Roysida.Semula kegiatan hanya berkisar pada pendampingan penyandang disabilitas mengingat salah satu pendiri memiliki keluarga difabel.
Pada 2015, Galanggo sempat vakum dan kembali berjalan satu tahun kemudian.
"Sekarang kegiatan berkembang tidak hanya pendampingan difabel," tuturnya.
Advertisement
Orientasi Nirlaba
Direktur PT Gama Inovasi Berdikari Triasmono mengatakan Galanggo merupakan salah satu start up di bawah perusahaannya yang diberi mandat oleh UGM untuk menjadi inkubator dan akselerator.
"Saat ini ada 11 start up di bawah kami dan 20-an yang masih dalam inkubasi," ujarnya.
Galanggo merupakan satu-satunya start up yang tidak berorientasi pada laba atau keuntungan karena murni pada kegiatan sosial.
Saksikan video pilihan berikut ini: