Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah meminta Perum Bulog menyerap bawang merah petani dengan harga sebesar Rp 10 ribu-Rp 15 ribu per kilogram (kg). Cara ini untuk menyelamatkan bawang merah lokal yang harganya anjlok di tingkat petani sekitar Rp 6 ribu-Rp 7 ribu setiap kg.
Hal ini disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Menurut Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, ada beberapa kesepakatan di dalam rakor. Pertama, Bulog akan membeli bawang merah para petani.
Baca Juga
Advertisement
"Bulog diminta membeli (bawang merah petani) tapi minta membantu bagaimana memasarkan. Nanti dicari industri yang bisa menyerap. Karena bukan penugasan, Bulog pakai uang sendiri," ujar Prihasto.
Diungkapkannya, harga normal pembelian bawang merah di tingkat petani sekitar Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg. Saat ini, harga jual bawang merah di tingkat petani sekitar Rp 6 ribu-Rp 7 ribu per kg.
"Bulog diharapkan beli sesuai harga acuan untuk konde basah (baru panen). Harga normalnya Rp 10 ribu-Rp 15 ribu. Di bawah harga itu, petani rugi. Sekarang saja harganya Rp 6 ribu-Rp 7 ribu per kg, tapi Bulog diminta menyerap sesuai harga eceran dan bisa menyiapkan industri yang bisa membeli juga," terang dia.
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen.
Harga bawang merah konde basah di tingkat petani Rp 15 ribu, konde askip itu Rp 18.300. Rogol askip sekitar Rp 22.500. Kemudian di tingkat konsumen rogol askip sekitar Rp 32 ribu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penyebab Harga Bawang Merah Anjlok
Prihasto menjelaskan, penyebab anjloknya harga bawang merah di tingkat petani saat ini karena produksi yang berlebihan di lapangan. Pada Januari ini, dia menambahkan, produksi bawang merah mencapai 130 ribu ton yang panen di 45 kabupaten.
"Produksinya di Januari 130 ribu ton, seperti di Brebes panen sekitar 35,5 ribu hektare (ha), Enrekang panen seluas 17 ribu ha, Nganjuk 14 ribu ha, Cirebon 4.970 ha, Demak 6.700 ha. Produksinya cukup tinggi," terang dia.
Lebih jauh dia bilang, rata-rata produksi per ha sebanyak 7-8 ton bawang merah. Selain kelebihan produksi, sambungnya faktor lain harga bawang merah ambrol karena kualitas bawang merah yang kurang baik.
"Kualitas bawang merah kurang baik, khususnya di Brebes ukurannya kecil karena panen usia muda akibat musim hujan. Selain itu, mereka selalu menanam lagi, tidak ada pergantian varietas. Ditanam terus, terjadi penurunan kualitas benih, sehingga menghasilkan bawang ukuran kecil," jelas Prihasto.
Karena kualitas bawang merah yang kurang baik, sambung dia, menyebabkan daya saing tergerus. Perbaikannya, kata Prihasto, bantuan dari perbenihan, bukan hanya di Brebes tapi di seluruh daerah di Indonesia.
"Kita alokasikan 200 ha biji true shallot seed (TSS). Ini yang sedang kita upayakan di 2018. Perlu edukasi ke para petani dengan penggunaan teknologi ini bisa menambah waktu satu bulan dari tanam konvensional, tapi biaya produksi berkurang," paparnya.
Upaya lainnya penggunaan pestisida. "Itu kan biaya produksinya 30 persen. Kalau biayanya Rp 100 juta untuk tanam bawang Rp 30 juta untuk pestisida saja," Prihasto berujar.
Advertisement