DPR Usul Kapal Pencuri Ikan Lebih Baik buat Nelayan

Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin menyambut baik keinginan pemerintah untuk menghentikan penenggelaman kapal pencuri ikan.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Jan 2018, 15:55 WIB
Lima kapal asing pencuri ikan yang ditangkap petugas Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Bitung, Sulawesi Utara. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin, menyambut baik keinginan pemerintah untuk menghentikan penenggelaman kapal pencuri ikan. Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta agar penenggelaman kapal pencuri ikan dihentikan.

Menurut dia, sudah saatnya kapal hasil tangkapan tersebut digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, seperti dilelang atau dihibahkan kepada nelayan.

"Saya setuju dengan ide Pak Luhut bahwa kapal enggak usah ditenggelamkan tapi cukup disita dan diberikan untuk nelayan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Sementara untuk memberikan efek jera bagi para pencuri ikan, lanjut Andi, bisa dengan memberikan hukuman pidana yang berat. Dengan demikian, hal itu akan membuat pencuri tersebut kapok, sedangkan kapalnya bisa dimanfaatkan oleh nelayan lokal.

"Pelaku illegal fishing diberikan hukuman yang keras sehingga ada efek jera. (Penenggelaman kapal)‎ manfaatnya ada untuk memberikan efek jera terhadap pelaku illegal fishing tapi kurang efektif selama hukuman pidana bagi pelaku tidak diperberat. Dan juga dengan menyita ada kemanfaatan yang bisa diambil," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Menteri Susi Ingatkan Penenggelaman Kapal Diatur Undang-Undang

Kapal pencuri ikan asal Filipinan yang ditangkap (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah akan menghentikan penenggelaman kapal pencuri ikan. Hal tersebut terkait dengan upaya pemerintah untuk memacu investasi di sektor perikanan.

Lantas bagaimana respons Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait hal ini?

Melalui akun Twitternya @susipudjiastuti, wanita asal Pangandaran tersebut menyatakan jika penenggelaman kapal pencuri ikan telah diatur dalam Undang-Undang (UU), yaitu UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

"Mohon disosialisasikan mungkin masih banyak yang belum tahu penenggelaman kapal pencuri dan pelarangan ABK asing itu ada diatur dlm UU Perikanan NKRI," ujar Susi melalui akun Twitternya, seperti Liputan6.com kutip, Selasa, 9 Januari 2018.

Dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 65 ayat (4) menyatakan, penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Diberitakan sebelumnya, Menko Luhut menyatakan jika pemerintah telah menyetop penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan karena pemerintah tengah fokus kepada investasi.

Ini dia sampaikan usai rapat koordinasi dengan kementerian di bawah koordinasinya, di kantornya, Senin, 8 Januari 2018.

"Perikanan sudah diberi tahu, tidak ada penenggelaman kapal lagi. Cukup itu. Sekarang kita fokus bagaimana meningkatkan produksi supaya ekspor kita meningkat," kata dia.

Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan supaya investasi yang mendorong kebaikan didorong. Namun, investasi tersebut mesti memenuhi syarat.

Pertama, investasi yang masuk mesti ramah lingkungan. "Nomor dua dia boleh menggunakan tenaga asingnya selama 3-4 tahun pertama. Kenapa, kalau langsung tenaga kita, kita banyak sekali hampir 50 persen lulusan SD, jadikan enggak ada skillfull," ungkapnya.

Ketiga, investasi mesti memberi dampak dari hulu ke hilir dan memberikan transfer teknologi.

"Perikanan sama saja, kalau penangkaran monggo. Kalau bikin sekarang yang menguntungkan bukan pengalengan, tapi frozen itu. Kita pengen ikan dibawa dengan kapal terbang sehingga nilainya tinggi," ujar dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya