Liputan6.com, Jakarta - Layak rasanya menyebut 2017 sebagai tahun dengan peristiwa internasional yang marak, dinamis, dan juga penuh kejutan. Sebut satu kawasan di dunia dan hampir kemungkinan besar ada beberapa peristiwa geger yang mewarnainya.
Rohingya, Yerusalem, Laut China Selatan, Korea Utara, maraknya narasi diskursus perubahan iklim, teror dan terorisme, serta isu keamanan global adalah segelintir contoh dari dinamika peristiwa dunia pada tahun lalu.
Advertisement
Kini, ketika tahun telah berganti, beberapa isu tersebut telah tuntas, seperti tumpasnya ISIS di Irak dan Suriah serta kekalahan kelompok pemberontak Maute di Marawi.
Akan tetapi, hingga memasuki 2018, tak sedikit pula di antara isu tersebut yang masih menyisakan masalah dan tantangan bagi komunitas internasional, seperti status Yerusalem dan Palestina, konflik bersenjata dan krisis kemanusiaan di Yaman, serta Korea Utara.
Hal tersebut diamini oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.
"Situasi dunia tahun 2018 masih akan dipenuhi dengan berbagai macam tantangan dan ketidakpastian. Instabilitas politik dan keamanan di tingkat global masih menjadi faktor risiko terbesar di tahun 2018," kata Menlu Retno saat menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan di Jakarta, Selasa (9/1/2018).
"Begitu juga potensi proxy conflict di berbagai belahan dunia yang masih akan terus terjadi," tambahnya.
Kiat Indonesia
Dari berbagai masalah dan tantangan tersebut, Menlu Retno memaparkan sejumlah kiat diplomasi yang akan dilakukan oleh Indonesia -- dan dapat dicontoh oleh negara lain -- dalam menghadapi problematika dinamika geopolitik dunia pada 2018.
"Kemitraan untuk menghormati hukum internasional dan multilateralisme perlu terus dikembangkan. Membangun kemitraan juga merupakan kunci untuk mengembalikan dan memperkuat esensi kerja sama regional dan global," papar Retno.
Retno menambahkan, penegakan demokrasi dan tata kelola pemerintah global, yang diujungtombaki oleh PBB dan dicontoh oleh berbagai negara lain ialah aspek yang sangat diharapkan dalam menjaga perdamaian dunia.
Sang Menlu Indonesia juga mendorong agar seluruh negara dapat menerapkan semangat co-opetition (pormanteau dari co-operative dan competition), yakni semangat bekerja sama di tengah dunia yang penuh persaingan guna mencapai hasil optimum.
Peran Indonesia dan ASEAN untuk Dunia
Di tengah perubahan, masalah dan tantangan geopolitik global serta regional, Asia Tenggara -- yang terletak di persilangan Samudra Hindia dan Pasifik -- harus terus menjadi kawasan yang aman dan terbuka, ujar Menlu RI Retno Marsudi saat menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan di Jakarta, Selasa 9 Januari 2018.
"Indonesia, bersama dengan negara ASEAN lainnya, harus terus menjadi pemain utama dalam pembentukan arsitektur kawasan," tambah Retno.
RI juga ingin agar ekosistem perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan, bukan saja terbangun di ASEAN, melainkan juga di Lingkar Samudera Hindia dan Indo-Pasifik, lanjut perempuan yang pernah menjabat sebagai Dubes RI untuk Belanda itu.
"Karenanya, bersama ASEAN, Indonesia akan terus berkontribusi mendorong penguatan kerja sama yang positif dan inklusif di Indo-Pasifik, dan bukan kerja sama yang dilandasi oleh kecurigaan atau bahkan persepsi ancaman," tambahnya.
Advertisement