Penawaran Harga Gas Blok Masela Murah, SKK Migas Duga Ada Calo

SKK Migas menyatakan akan mencari sendiri pembeli harga gas pipa Blok Masela.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Jan 2018, 18:30 WIB
Kesulitan pembebasan lahan menjadi isu mengemuka di tengah eksplorasi migas.

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) masih mencari pembeli gas pipa dari hasil produksi Blok Masela. Sebelumnya, ada pihak yang berminat membeli, tapi harganya sangat rendah.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, beberapa waktu lalu ada pihak yang berminat membeli gas pipa dari Blok Masela dengan usulah harga US$ 3 per MMBTu. Usulan tersebut dinilai sangat murah karena harga gas pipa yang dibeli dari Teluk Bintuni Papua Barat saja US$ 5,2 per MMBTu.

"Alokasi gas untuk pipa, siapa yang mau beli belum ditetapkan. Beberapa waktu yang lalu, beberapa yang minat, harganya US$ 3," kata Amien, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Amien menuturkan, saat ini belum ditetapkan pembeli gas pipa dari Blok Masela. SKK Migas pun akan mencari sendiri pembelinya. Lembaganya pun telah melakukan kajian terhadap harga gas, salah satunya pada industri Petrokimia di China ‎dengan harga gas pipa US$ 6,2 per MMBTU.

"Kami pergi ke China, untuk pabrik petrokimia sampai ke plastik sampai macam-macam itu harga gasnya US$ 6,2 per MMBTU. Jadi kalau industri nawar US$ 3 per MMBTU, ya kita cari sendiri saja," ucap Amien.

Amien pun menduga, perusahaan yang mengusulkan harga gas Blok Masela US$ 3 per MMBTU tersebut merupakan calo, sehingga gasnya tidak dikonsumsi sendiri, tetapi dijual ke pihak lain. Selain itu, perusahaan tersebut tidak terkenal.

"US$ 3 itu businessman yang enggak mau kerja, maunya cari untung, kemungkinan besar jadi calo. Kalau dia beli US$ 3, nanti akan dicaloin ke perusahaan manufacturing yang mau beli ke dia US$ 4," tutur Amien.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


SKK Migas Harap Kenaikan Harga Minyak Gairahkan Investasi Migas

Dibutuhkan kerja sama untuk serangkaian aktivitas panjang mulai dari eksplorasi sampai tahap produksi Migas.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menginginkan investasi pada industri hulu migas kembali bergairah, saat harga minyak dunia mulai merangkak naik.

Wakil Kepala SKK Migas Sukendar mengatakan, ketika harga minyak dunia sudah menyentuh level US$ 59 sampai US$‎ 60 per barel, maka industri hulu atau pencariaan migas sudah mendapat keuntungan yang lumayan. ‎

"J‎adi kalau misalnya US$ 60, itu seharusnya sudah provide reasonable return untuk investor," kata Sukendar, di Kantor SKK Migas Jakarta, Jumat 5 Januari 2018.

Menurut dia, seharusnya dengan kenaikan harga minyak belakangan ini, investor kembali bergairah menanamkan modalnya pada kegiatan pencarian migas. ‎

"T‎api kalau harga minyak di level US$ 60, ini menurut saya, bisa dapat (keuntungan) 20 persen lebih dikit. Jadi mestinya cukup-lah, 18, 22, 23, itu mestinya sudah atraktif bagi si perusahaan minyak," ujar Sukendar.

Dampak penurunan harga minyak masih dirasakan sampai 2017. Hal ini ditunjukan dengan tidak tercapainya target investasi hulu migas. ‎

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, realisasi investasi 2017 sebesar US$9,33 miliar, jauh lebih rendah dari kesepakatan dalam rencana kerja anggaran sebesar US$12,29 miliar.

Dari jumlah tersebut, investasi untuk blok eksplorasi hanya sebesar US$180 juta, sebesar US$9,15 miliar untuk blok eksploitasi.

"‎Investasi eksplorasi masih kecil kedepan perlu ditingkatkan, tapi butuh dukungan berbagai pihak," tutup Amien.‎ ‎

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya