Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, pembangkit listrik yang masuk dalam program kelistrikan 35 ribu Mega Watt (MW) baru beroperasi 3 persen hingga saat ini. Sementara sisanya masih dalam proses pembangunan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, sampai November 2017 pembangkit listrik dari program 35 ribu MW yang telah beroperasi mencapai 1.061 MW atau 3 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Program 35 ribu MW yang sudah COD (Comercial On Date/COD) 1.061 MW," kata Andy, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Sementara kemajuan lainnya dari program 35 ribu MW, dia menuturkan, antara lain pembangkit yang masuk dalam tahap konstruksi sebesar 16.992 MW, dalam tahap jual beli listrik belum konstruksi 12.726 MW, pengadaan 2.790 MW dan perencanaan 2.228 MW.
Andy mengaku, sebab masih minimnya pembangkit listrik yang beroperasi pada program 35 ribu MW karena pembangunan yang dilakukan tidak bisa instan. Untuk membangun satu proyek membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai selesai.
"Kita menganggap setelah ada program itu, di pemerintahan sekarang itu sudah selesai. Jadi kayak nasi di warteg udah tersedia. Tapi ini kan butuh waktu," tutur Andy.
Dia melanjutkan, setiap pembangkit memiliki perbedaan waktu pengerjaan, karena jenis dan teknologi yang digunakan berbeda. Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) paling cepat pembangunannya selesai dan beroperasi 2 tahun dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) bisa selesai kurang dari satu tahun.
"Teknologinya beda beda, CODnya juga beda beda. PLTG itu delapan bulan bisa. Tapi kalau, PLTU itu at least pasti butuh minimum 2 tahun. Mau didicepetin, nggak mungkin. 35 GW ini kan program pembangunan infra yang multiyears," jelas dia.
RI Makin Banyak Pakai Energi Terbarukan di Pembangkit
Porsi Energi Baru terbarukan (EBT), meliputi tenaga surya, tenaga angin, arus air, dan panas bumi dalam bauran energi pembangkit listrik terus mengalami peningkatan pada 2017. Peningkatan terjadi di pembangkit listrik milik PLN dan yang dibangun oleh perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).
"Tercatat realisasi porsi EBT dalam bauran energi pembangkit listrik mencapai 12,52 persen per November 2017," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (7/1/2018).
Realisasi tersebut melebihi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 yang sebesar 11,96 persen. Utamanya dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
"Bauran EBT sebesar 12,52 tersebut, terdiri dari PLTP sebesar 5 persen, PLTA sebesar 7,27 persen, dan EBT lainnya sekitar 0,25 persen. Peningkatan produksi terlihat pada PLTP," Agung menjelaskan.
Dari catatannya, hingga November 2017, produksi listrik dari PLTP mencapai 11.560 Giga Watt hour (GWh). Sementara tahun sebelumnya sebesar 10.656 GWh.
Selain PLTP, produksi listrik dari PLTA juga cukup baik dengan produksi sebesar 16.793 GWh, di mana 11.154 GWh dibangun oleh PLN, sisanya sebesar 5.639 GWh dibangun oleh IPP. Produksi pembangkit listrik EBT lainnya menyumbang sebanyak 579 GWh dalam bauran energi pembangkit listrik di 2017.
Komitmen pemerintah sangat jelas dalam meningkatkan bauran EBT bagi pembangkit. Sebagai bukti sepanjang tahun lalu, sebanyak 68 Power Purchase Agreement (PPA) EBT telah ditandatangani dengan total kapasitas sekitar 1,2 Giga Watt.
"Pengembangan EBT pada pembangkit listrik yang efisien terus kita dorong. Dari 68 PPA energi terbarukan di 2017, kita terus pastikan agar segera financial close dan konstruksi secepatnya," ungkap Agung.
Advertisement