2 Atlet Olimpiade Ini Bakal Hangatkan Hubungan Korut - Korsel?

Dua atlet Olimpiade Korea Utara ini berpotensi menghangatkan hubungan Korea Utara dan Korea Selatan. Benarkah?

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Jan 2018, 17:47 WIB
Ryom Tae Ok dan Kim Ju Sik, atlet peseluncur indah dari Korea Utara yang digadang-gadang akan tampil dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan (AP)

Liputan6.com, Pyongyang - Ada dua orang yang sedang menjadi pusat perhatian seputar dialog antara Korea Utara dan Korea Selatan yang telah dilaksanakan pada Selasa, 9 Januari 2018 kemarin.

Kedua orang itu bukan diplomat, negosiator, atau bahkan politikus. Mereka juga bukan figur yang hadir di Peace House, Panmunjom -- lokasi dialog Korut - Korsel kemarin.

Mereka adalah Ryom Tae-ok dan Kim Ju-sik, pasangan atlet peseluncur indah (figure skating) dari Korea Utara. 

Keduanya merupakan figur yang sangat diinginkan oleh tuan rumah Korea Selatan untuk tampil dalam gelaran Olimpiade Musim Dingin di PyeongChang bulan depan. Demikian seperti dikutip The Washington Post, Rabu (10/1/2018).

Ada beberapa alasan yang membuat keduanya diinginkan oleh pihak Korea Selatan untuk mengikuti Olimpiade Musim Dingin nanti. 

Pertama ialah fakta bahwa Ryom Tae-ok dan Kim Ju-sik sejatinya telah resmi dinyatakan berhak untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin.

Pasangan itu berhasil mengamankan satu slot untuk tampil di Olimpiade PyeongChang usai tampil secara impresif dalam kompetisi Nebelhorn Trophy di Jerman pada September 2017 lalu.

Akan tetapi, Komite Olimpiade Nasional Korea Utara tampak secara sengaja melewatkan tenggat waktu -- yang jatuh pada Oktober 2017 -- untuk mendaftarkan mereka secara resmi.

Ryom Tae Ok dan Kim Ju Sik, atlet peseluncur indah dari Korea Utara yang digadang-gadang akan tampil dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan (AFP)

Kini, Komite Olimpiade Internasional telah memperpanjang batas waktu khusus demi Korea Utara agar delegasi mereka dapat segera terdaftar pada PyeongChang 2018. Dan, atlet Korut yang paling berpeluang besar untuk terdaftar adalah Ryom Tae-ok dan Kim Ju-sik.

Kedua, kualitas pasangan itu dalam cabang olahraga seluncur indah mungkin menjadi salah satu alasan yang membuat tuan rumah Korea Selatan sangat menginginkan mereka untuk tampil dalam Olimpiade.

Di bawah besutan pelatih asal Prancis Bruno Marcotte, Ryom Tae-ok dan Kim Ju-sik adalah pasangan atlet figure skating yang tak boleh dipandang sebelah mata.

Meski belum pernah tampil dalam Olimpiade, keduanya telah menorehkan sejumlah prestasi membanggakan dalam cabang olahraga seluncur indah.

Kesuksesan mereka yang paling menonjol adalah medali emas nomor pasangan dalam Asian Skating Trophy di Manila, Filipina, pada Agustus 2016. Kemudian pada 2017, keduanya meraih medali perunggu untuk nomor yang sama dalam Asian Winter Games di Sapporo, Jepang. 

Berpotensi Menghangatkan Hubungan Korut dan Korsel?

Secara keseluruhan, banyak pejabat di Seoul yang berharap bahwa dialog pada Selasa lalu -- yang didominasi isu seputar Olimpiade -- menjadi penanda babak baru hubungan Utara dan Selatan yang lebih hangat untuk tahun-tahun ke depan. Termasuk, membuka kesempatan untuk perundingan denuklirisasi Korut dan perdamaian kedua negara yang sejatinya sebangsa setumpah darah.

Seperti dikutip dari The Washington Post, partisipasi Ryom Tae-ok dan Kim Ju-sik dalam Olimpiade Musim Dingin dapat dianggap sebagai salah satu celah awal untuk mencapai harapan seperti yang diinginkan oleh para pejabat Seoul.

Sebab, jika keduanya ikut berpartisipasi, mereka tak hanya berperan sebagai satu-satunya atlet yang berpeluang besar mendulang medali bagi Korut. Namun, berpotensi menghangatkan hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Ryom Tae Ok dan Kim Ju Sik, atlet peseluncur indah dari Korea Utara yang digadang-gadang akan tampil dalam Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan (AFP)

Pemerintahan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in juga tengah bersikeras untuk menyukseskan Olimpiade PyeongChang. Ia melihat perhelatan tahunan tersebut sebagai rute nonpolitis untuk menuju era baru hubungan baik antara Utara maupun Selatan.

The Blue House juga serius untuk menyediakan dana akomodasi delegasi Olimpiade Korea Utara.

Bahkan, Kementerian Unifikasi -- lembaga pemerintah Korea Selatan -- secara blak-blakan menyanggah setiap kekhawatiran yang menyebut bahwa menyediakan dana akomodasi delegasi Olimpiade Korea Utara merupakan sebuah pelanggaran terhadap sanksi internasional.

Akan tetapi, menurut The Post, memanfaatkan kedua atlet itu dan gelaran Olimpiade Musim Dingin sebagai sebuah ujung tombak diplomasi perdamaian antara Korea Utara dan Korea Selatan adalah sebuah pertaruhan besar.

Mengapa?


Olimpiade Bentuk Manipulasi Korut?

Pidato tahun baru 2018 Kim Jong-un. Warga Korea Selatan menonton pidato Kim Jong-un di Seoul Railway Station di Seoul, Senin 1 Januari 2018 (AP Photo / Lee Jin-man)

Seperti dikutip dari Washington Post, ketika Korea Selatan menganggap Olimpiade PyeongChang sebagai sebuah celah perdamaian, bisa saja, Korea Utara justru memandangnya sebagai sebuah momen untuk memanipulasi dunia demi mencapai agenda mereka -- yakni memiliki rudal dan hulu ledak nuklir.

Kim Jong-un sendiri telah jelas-jelas sangat berbangga dengan proyek pengembangan rudal dan nuklirnya. Besar diprediksi bahwa putra Kim Jong-il itu tetap akan mempertahankan proyek tersebut untuk periode ke depan.

Oleh karena itu, Pemimpin The Rogue Nation itu mungkin melihat Olimpiade Musim Dingin sebagai sebuah celah untuk mengganggu status quo dinamika geopolitik seputar Semenanjung Korea, serta membuat lengah komunitas internasional yang selama ini bersikap ketat terhadap Korut demi membatasi proyek rudal dan nuklir mereka.

Ambil contoh Amerika Serikat. Negeri Paman Sam adalah salah satu negara yang intens menjatuhkan sanksi ekonomi dan meningkatkan kehadiran militer mereka di kawasan Semenanjung sebagai bentuk pendisiplinan terhadap Korut.

Akan tetapi, usai dialog seputar Olimpiade yang terjadi di Peace House, Panmunjom pada Selasa, 9 Januari lalu, Korsel berhasil memaksa AS untuk menghentikan presensi militer mereka di kawasan Semenanjung hingga Maret 2018.

Seorang analis menilai, putusan tersebut patut dianggap sebagai bentuk keberhasilan Kim Jong-un dalam memanipulasi AS dan mengganggu status quo dinamika geopolitik di Semenanjung Korea.

"Sudah sangat sering Korea Utara selalu mendapatkan apa yang mereka mau. Mereka juga selalu berusaha untuk mengganggu hubungan Korsel - AS, yang merupakan modus operandi mereka sejak rezim tersebut berdiri," kata Du Yeon-kim, analis dari Korean Peninsula Future Forum.

Du Yeon-kim mengatakan, jika Korea Utara benar-benar ingin melakukan suatu dialog damai, Kim Jong-un harus benar-benar membuktikannya secara murni dengan tindakan, tanpa embel-embel pre-teks atau agenda terselubung yang dikemas dengan cara-cara manipulatif.

"Kim Jong Un mengatakan bahwa dia ingin memperbaiki hubungan Utara dan Selatan ... maka ia harus membuktikannya dengan tindakan," kata Du Yeon-kim.

Sementara itu, surat kabar Korea Selatan yang berhaluan politik konservatif, Chosun Ilbo menilai bahwa Presiden Moon Jae-in -- berhaluan politik liberal -- telah terperosok dalam jebakan manipulatif Kim Jong-un.

"Kim Jong-un jelas tak berniat menanggalkan program pengembangan rudal dan nuklirnya. Yang dia inginkan hanyalah mengulur waktu agar ia bisa menyelesaikan pengembangan senjata nuklirnya dan menabur keretakan di antara sekutu-sekutu (Korsel - AS)," tulis Chosun Ilbo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya