Mereka yang Akhirnya Gagal Melaju di Pilkada 2018

Tak sedikit yang gagal dan akhirnya kecewa lantaran impian menjadi kepala daerah lenyap karena persoalan administrasi di KPUD.

oleh RinaldoYoseph IkanubunPanji PrayitnoHuyogo SimbolonSurya Purnama diperbarui 11 Jan 2018, 10:57 WIB
Pasangan Syamsuar Syam-Misliza mendaftar di KPU Kota Padang, Rabu (10/1/2018). (Liputan6.com/Surya Purnama)

Liputan6.com, Jakarta - Tak semua langkah pasangan calon kepala daerah yang maju di Pilkada Serentak 2018 berjalan mulus. Tak sedikit yang gagal dan akhirnya kecewa lantaran impian menjadi kepala daerah lenyap karena persoalan administrasi di KPUD.

Misalnya, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Syamsuar Syam-Misliza yang diketahui berstatus suami istri. Pasangan yang maju di jalur independen ini akhirnya gagal melaju di Pilkada Kota Padang periode 2019-2024.

Mendaftar satu setengah jam menjelang penutupan pendaftaran, Rabu malam 10 Januari 2018, pasangan tersebut dinyatakan gagal di proses pendaftaran karena tidak dapat memperlihatkan bukti laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) ke Komisioner KPU Kota Padang.

Ketua Divisi Hukum KPU Kota Padang Riki Eka Putra mengatakan, keputusan ini memang sulit diterima. Namun, pihaknya merasa telah mengambil keputusan secermat mungkin dan akan mempertanggungjawabkannya. Bakal pasangan calon pun dipersilakan mulai hari ini untuk berkonsultasi dengan Panitia Pengawas Pilwako terkait keputusan itu.

Pihak KPUD menilai, bakal pasangan calon wajib memperlihatkan surat proses LHKPN, sedangkan bakal pasangan calon beralasan bukti LHKPN mereka masih dalam proses karena pihak KPK masih meminta perbaikan laporan. Setelah proses berlangsung selama lima jam, KPU akhirnya memutuskan bahwa pasangan tersebut tidak memenuhi syarat.

"Berdasarkan ketentuan, dokumen (LHKPN) ini harus ada. Ada itu ukurannya adalah dokumen yang dikeluarkan oleh instansi terkait yang menyatakan bahwa dokumen itu telah diproses. Selesai diproses kan mendapatkan tanda terima, tetapi jika tanda terima itu belum keluar, dapat diganti dengan dokumen yang menyatakan bahwa pengurusannya telah diproses. Nah, dokumen ini yang tidak bisa dihadirkan pendaftar," ujar Riki, Kamis (11/1/2018).

Menanggapi keputusan tersebut, Syamsuar menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Panwaslu. Menurut dia, pihaknya telah melakukan proses pengurusan LHKPN ke KPK. Karena prosesnya menggunakan surat elektronik, pihaknya memang tidak bisa menunjukkan resi.

"Saya sebagai warga negara akan menuntut itu secara hukum, sesuai prosedur yang berlaku," ujarnya.

Dengan ditolaknya pasangan dari jalur perseorangan ini, Pilkada Kota Padang hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon petahana, yaitu Wali Kota saat ini Mahyeldi yang berpasangan dengan Hendri Septa dan Wakil Wali Kota petahana Emzalmi yang berpasangan dengan Desri Ayunda. 


PKS Gagalkan Koalisi Umat

Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon Siswandi-Euis Fety Fatayaty. (Liputan6.com/Panji Prayitno)

Masa pembukaan pendaftaran bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon pada Pilkada 2018 ditutup Rabu (10/1/2018) tengah malam pukul 00.00 WIB.

Menjelang detik-detik berakhirnya masa pendaftaran itu, pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon Siswandi-Euis Fety Fatayaty terpaksa harus berlapang dada menerima penolakan KPU Kota Cirebon.

Sebab, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Cirebon menyatakan abstain di menit-menit terakhir pendaftaran. Padahal, PKS merupakan salah satu anggota Koalisi Umat bersama Gerindra dan PAN yang mengusung pasangan ini.

Ketua DPD PKS Kota Cirebon H Karso mengatakan, berbagai pertimbangan sudah dilakukan. Baik di tingkat kota, provinsi maupun pusat. Namun, partai di tingkat daerah tidak bisa mengubah apa yang sudah menjadi keputusan pusat.

"Sampai kami jelaskan konstelasi politik arahnya ke mana tetap pengurus pusat tidak mengeluarkan rekomendasi. Alhasil, kami nyatakan abstain," ujar Karso di kantor DPD PKS Kota Cirebon, Rabu malam.

Karso mengklaim, tidak keluarnya rekomendasi bukan karena figur bakal calon yang diusung Koalisi Umat. Dia juga mengaku sudah berkomunikasi dengan Gerindra dan PAN hingga saat pengurus pusat menyatakan tidak mengeluarkan rekomendasi.

Suasana pendaftaran pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cirebon Siswandi-Euis Fety Fatayaty di KPU Kota Cirebon, Rabu (10/1/2018). (Liputan6,com/Panji Prayitno)

Pantauan di kantor DPD PKS Kota Cirebon, suasana sempat mencekam. Sebab, sebelumnya beredar kabar bahwa kantor DPD PKS Kota Cirebon digeruduk massa pendukung bakal calon untuk menetapkan rekomendasi.

Namun kabar tersebut ditepis pengurus PKS sendiri. Mereka mengaku intens berkomunikasi hingga menjelang penutupan pendaftaran. Hingga pukul 22.00 WIB, PKS tak kunjung datang mengantar pasangan bakal calon ke KPU.

Keputusan PKS abstain pun dianggap bulat setelah pada detik-detik terakhir KPU mengembalikan berkas karena tidak memenuhi aturan, yakni syarat minimal kursi.

"Dengan jiwa besar dan kesatria kami hanya mengantongi 2 rekomendasi dari PAN dan Gerindra masing-masing memiliki 3 kursi," ujar ketua DPD PAN Kota Cirebon Dani Mardani, Rabu malam.

Atas dasar tersebut, KPU Kota Cirebon tidak melanjutkan proses verifikasi hingga memutuskan tidak menerima berkas bakal calon yang diusung Koalisi Umat.


Tangis Bupati Petahana Minahasa

Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kabupaten Minahasa sekaligus sebagai Bupati Minahasa Periode 2013-2018, tak otomatis membuat Jantje Wowiling Sajow (JWS) diusung partainya dalam Pilkada 2018. Tangis sang bupati petahana mengalir saat menerima kenyataan bahwa dia hanya menjadi penonton, karena tidak satu pun partai yang mengusungnya.

Air mata tak terbendung saat JWS tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado dan disambut ratusan pendukungnya, Selasa 9 Januari 2018. Melihat kesetiaan pendukungnya, air mata JWS menetes.

"JWS menangis karena terharu dengan dukungan yang luar biasa dari warga Minahasa," ujar salah satu warga yang menjemput JWS di bandara.

Bupati yang pada 2013 diusung PDIP ini tidak banyak berkomentar. Namun sehari setelahnya, dia dengan besar hati mengantarkan pasangan calon yang diusung PDIP, yakni Roy Roring-Robby Dondokambey mendaftarkan diri di KPU Minahasa.

JWS bersama sejumlah pengurus DPC PDIP Minahasa tiba sekitar pukul 11.00 Wita. Selanjutnya diikuti oleh pasangan RR-RD yang ikut didampingi sejumlah pengurus PDIP Sulut seperti Steven Kandouw.

Dengan mendaftarnya pasangan RR-RD dari PDIP yang didukung Gerindra, Demokrat, dan Hanura, maka JWS sang bupati petahana kehilangan kendaraan untuk maju di Pilkada Minahasa 2018. Apalagi, tiga partai lain yakni Golkar, Nasdem, dan PKPI mengusung pasangan calon Ivan Sarundajang-Carei Runtu.

Perjalanan politik JWS cukup menarik. Sebelum ditinggalkan PDIP di Pilkada 2018, JWS maju di Pilkada 2007 sebagai Wakil Bupati berpasangan dengan Vreeke Runtu yang diusung Golkar. Mereka memenangkan pertarungan itu dengan mengalahkan jagoan dari PDIP, Roy Roring.

Lima tahun kemudian, JWS maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Ivan Sarundjaang dari PDIP bertarung dengan andalan Golkar, Carei Runtu (putra dari Vreeke Runtu). JWS dan Ivan memenangkan Pilkada 2012 itu.

Pilkada 2018 ini, Ivan dan Carei berpasangan dan diusung Golkar, Nasdem, dan PKPI, sementara JWS menjadi penonton karena tidak ada partai yang mengusungnya.

 


Rustandi-Dikdik Ditolak KPU Purwakarta

Pasangan Rustandi-Dikdik Sukardi di KPU Purwakarta, Rabu (10/1/2018). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Sementara di Purwakarta, tim hukum dan pendukung pasangan calon Rustandi-Dikdik Sukardi meradang. Sebab, KPU Purwakarta menolak menerima pendaftaran paslon terakhir karena SK pertama sudah terlanjur dijadikan acuan untuk pasangan Anne-Aming.

Perdebatan antara paslon Rustandi-Dikdik kontra Komisioner KPU Purwakarta terjadi di hari terakhir pendaftaran bakal calon di aula KPU Purwakarta, Rabu 10 Januari 2018.

Lima anggota KPUD harus adu argumen dengan paslon dan pimpinan Partai Gerindra, Hanura dan PKS, serta timses Rustandi-Dikdik. Total 50 orang timses dan sekitar 200 orang simpatisan hadir sejak kedatangan sekitar pukul 22.00 WIB hingga pukul 03.00 dini hari.

Pokok persoalan yang diperdebatkan adalah pembatalan SK DPP Partai Hanura untuk paslon Anne (istri Bupati Dedi Mulyadi) dan H Aming yang dilanjutkan dengan pengalihan dukungan kepada Rustandi-Dikdik. Pihak KPU menolak menerima pendaftaran paslon terakhir karena SK pertama sudah terlanjur dijadikan acuan untuk pasangan Anne-Aming.

Diskusi yang panas berlangsung selama 5 jam. Dan memuncak ketika pihak KPU secara sepihak menutup rapat pleno serta langsung dievakuasi oleh personel Polres Purwakarta. Lalu dilanjutkan dengan sterilisasi lokasi oleh sekitar 100 personel Polres Purwakarta.

Bakal Cabup H Rustandi menyayangkan sikap Ramlan, Ketua KPU Purwakarta dan jajarannya.

"Ini tragedi demokrasi di Purwakarta. Di mana hak konstitusional saya dirampas tanpa alasan hukum yang jelas. Mari kita terus perjuangkan hak memiliki pilihan bagi warga Purwakarta," kata Rustandi yang juga anggota DPRD Provinsi Jawa Barat itu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya