Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Undang-Undang Pemilu. MK mengabulkan proses verifikasi peserta Pemilu 2019 kepada seluruh partai politik. Namun terkait ambang batas, MK tidak mengabulkannya.
Hal ini tetuang saat Mahkamah Hakim membacakan putusan permohonan yang diajukan oleh Partai Idaman. Adapun gugatan itu bernomor 53/PUU-XV/2017. Di mana Pasal yang mengaturnya adalah Pasal 173 ayat (1) dan (3) tentang verifikasi dan Pasal 222 tentang ambang batas presiden atau presidential threshold.
Advertisement
Pasal ini dinilai diskriminatif karena hanya partai-partai baru yang mengikuti verifikasi, namun tidak untuk partai-partai lama.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan frasa "telah ditetapkan" dalam Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum, lembaran negara tahun 2017 nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6.109 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat, di dalam persidangan MK, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Keputusan ini, kata Arief, juga berlaku untuk Pasal 173 Ayat (3). Sedangkan, untuk Pasal 222, MK menolaknya.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," ungkap Hakim Arief.
Dia pun mengungkapkan, meski majelis hakim menolak. Terdapat 2 hakim MK yang tetap menginginkan Presidential Threshold atau ambang batas itu 0 persen atau tanpa adanya ambang. Yaitu, Hakim Saldi Isra dan Suhartoyo.
Pengaruh ke Putusan Lain
Dengan putusan ini, maka berpengaruh dengan putusan lainnya. Di mana selain Partai Idaman, ada beberapa pihak yang mengajukan gugatan terhadap verifikasi parpol dan ambang batas.
Partai Persatuan Indonesia (PPI), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Pekerja Indonesia (PIKA). Kemudian, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia.
Serta yang dilakukan oleh perseorangan, yaitu pakar komunikasi politik Effendi Gazali, Mas Soeroso dan Wahyu. Dan Hadar Nafis Gumay bersama Yuda Kusumaningsih, serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement