Warga Tak Sabar Dengar Vonis Kasus Gubernur Bengkulu Nonaktif

Jadwal sidang vonis kasus korupsi yang membelit Gubernur Bengkulu dan istrinya belum pasti, tapi warga sudah memenuhi PN Tipikor Bengkulu.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 11 Jan 2018, 16:02 WIB
Jadwal sidang vonis kasus korupsi yang membelit Gubernur Bengkulu dan istrinya belum pasti, tapi warga sudah memenuhi PN Tipikor Bengkulu. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Bengkulu - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bengkulu mendadak dipenuhi pengunjung pada Kamis (11/1/2017) pagi. Mayoritas pengunjung ingin menyaksikan sidang putusan atau vonis terhadap Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti dan istrinya, Lily Martiani Maddari.

Salah seorang pengunjung sidang, Christopher, mengaku penasaran dengan hasil akhir persidangan orang nomor satu di Provinsi Bengkulu tersebut. Jika Ridwan Mukti terbukti bersalah dengan keputusan majelis hakim, artinya konstelasi politik Bengkulu akan mengalami perubahan.

"Hasilnya sangat menentukan bagaimana pemerintahan Bengkulu ke depan," ujar Christopher di Bengkulu.

Kabag Ops Polres Kota Bengkulu Kompol Fahrouk memastikan pengamanan yang dilakukan oleh jajaran kepolisian sangat maksimal. Tidak hanya pengamanan terbuka oleh jajaran Polres saja, mereka juga dibantu pasukan pelapis dari Shabara Polda dan personel di polsek terdekat.

"Semua sisi kita pantau pergerakannya," tegas Fahrouk.

Pengamanan tertutup juga dilakukan aparat kepolisian dalam persidangan kali ini. Puluhan personel intelijen menyusup di antara para pengunjung sidang.

"Para personel pengamanan tertutup juga sudah di posisi," kata Fahrouk.

Sidang vonis kasus tindak pidana korupsi yang mendudukkan Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari masih belum ditentukan jadwal pastinya.

Persidangan yang dipimpin majelis hakim yang diketuai hakim Admiral bersama anggota majelis hakim Nich Samata dan Gabriel Siallagan tersebut rencananya akan digelar hari ini bersama tiga terdakwa lain yang juga terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiganya adalah Hakim PN Tipikor Dewi Suryana, PNS Pemkot Bengkulu Syahadatul Islami, dan salah seorang Panitera PN Bengkulu, Hendra Kurniawan.

 


Tuntutan bagi Gubernur Bengkulu

Tim penasehat hukum Ridwan Mukti menyatakan keberatan atas tuntutan pencabutan hak politik oleh JPU KPK (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Jaksa Penuntut Umum KPK Haeruddin mengatakan, pihaknya masih menunggu jadwal dari majelis hakim terkait jam sidang. Pihaknya hanya memperoleh informasi bahwa sidang putusan digelar hari ini lewat surat pemberitahuan dari PN Tipikor.

"Hari ini vonis dibacakan, hanya menunggu kepastian jam sidang saja," ujar Haeruddin.

JPU KPK sebelumnya menuntut Gubernur Bengkulu nonaktif, Ridwan Mukti, dan sang istri, Lily Martiani Maddari, masing-masing dengan hukuman pidana selama 10 tahun penjara.

Dalam amar tuntutan yang dibacakan ketua tim JPU KPKHaeruddin itu, selain hukuman pidana penjara selama 10 tahun juga menuntut denda sebesar Rp 400 juta subsider kurungan selama masing masing empat bulan penjara.

"Ada unsur penyelenggara negara, dalam hal ini penyelenggara negaranya Ridwan Mukti dalam kapasitas sebagai Gubernur Bengkulu," ujar Haeruddin.

Selain menuntut hukuman pidana, tim jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan di PN Tipikor Bengkulu juga membacakan tuntutan lain berupa hukuman tambahan khusus untuk terdakwa Ridwan Mukti. Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Bengkulu itu juga dituntut pencabutan hak politiknya setelah dia menjalankan hukuman pidana penjara.

"Menyatakan hukuman tambahan terhadap terdakwa Ridwan Mukti berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa Ridwan Mukti selesai menjalani pidana pokok," Haerudin menegaskan.

 


Kilas Balik Kasus

Tim JPU KPK menuntut Gubernur Bengkulu non aktif Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari masing masing pidana 10 tahun penjara (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo)

Komisi Pemberantasan Korupsi sebelumnya menggelar Operasi Tangkap Tangan di Bengkulu pada bulan suci Ramadan, tepatnya pada 20 Juni 2017. Dalam operasi itu, penyidik KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti bersama istrinya, Lily Martiani Maddari.

Dalam operasi itu juga ditangkap dua orang yang terlibat langsung dengan tindak pidana penyuapan, yaitu Bendahara Partai Golkar Rico Dian Sari dan seorang kontraktor bernama Jhoni Wijaya.

Penangkapan kelima orang ini terkait dugaan pemberian komitmen fee proyek pembangunan jalan di Provinsi Bengkulu. KPK berhasil mengamankan uang tunai sebesar Rp 1 miliar sebagai barang bukti untuk melanjutkan kasus ini ke proses penyidikan hingga persidangan.

Bergulirnya kasus itu menjerat Jhoni Wijaya, terdakwa kasus dugaan penyuapan kepada Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti. Ia divonis hukuman pidana penjara selama tiga tahun tujuh bulan.

Kepala Perwakilan PT Statika Mitra Sarana itu secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain hukuman pidana, Jhoni juga dikenai denda sebesar Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.

"Kami juga putuskan supaya terdakwa tetap ditahan," ucap Admiral selaku Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor di Bengkulu, Rabu, 8 November 2017.

Jhoni mengantarkan uang komisi proyek kepada Gubernur Bengkulu melalui Rico Dian Sari dan Lily Martiani Maddari dengan barang bukti uang tunai sebanyak Rp 1 miliar.

Paket pekerjaan pembangunan jalan itu terdiri atas pembangunan jalan Curup menuju Air Dingin dengan anggaran sebesar Rp 16,8 miliar dan paket pembangunan jalan Desa Tes menuju Muara Aman dengan anggaran sebesar Rp 37 miliar.

Sementara itu, perantara suap yang juga Bendahara DPD Partai Golkar Provinsi Bengkulu Rico Dian Sari divonis hukuman pidana penjara selama enam tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan penjara dalam sidang di PN Bengkulu Kamis, 14 Desember 2017.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya