Yusril: Anies-Sandi Tak Bisa Seenaknya Hentikan Reklamasi

Menurut Yusril, penerbitan HGB tentu sudah memenuhi sejumlah persyaratan dari BPN dan sudah sah.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 11 Jan 2018, 19:36 WIB
Balon Gubernur DKI, Yusril Ihza Mahendra memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani tes misi visi di DPD Demokrat, Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Badan Pertanahan Nasional tak bisa begitu saja menarik atau membatalkan hak guna bangunan yang sudah diterbitkan. Apalagi pembatalan dilakukan berdasarkan permintaan pihak luar.

Dalam hal ini, Yusril ingin meluruskan permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang meminta BPN menarik surat hak guna bangunan (HGB) untuk pulau reklamasi C, D, dan G. Permintaan itu tertuang pada surat Nomor 2373/-1.794.2 tertanggal 29 Desember 2017 silam.

Menurut Yusril, HGB yang sudah diterbitkan BPN tidak bisa begitu saja dibatalkan atas permintaan pihak lain, kecuali BPN menyadari adanya kesalahan administratif dalam penerbitannya.

"Itu pun tidak mudah dilakukan, karena kesalahan administratif bukanlah kesalahan pemohon hak, tetapi kesalahan BPN sendiri," kata Yusril, Jakarta, Kamis (11/1/2018).

Yusril melanjutkan, penerbitan HGB tentu sudah memenuhi sejumlah persyaratan. Dalam kasus ini, pemohon adalah PT Kapuk Naga Indah (KNI).

"Pencabutan hak atas tanah yang dilakukan oleh BPN dengan dalih kesalahan administratif, umumnya kalah ketika digugat di PTUN sampai kasasi dan PK di Mahkamah Agung," ujar dia.

Yusril Ihza menerangkan, kalaupun ada kesalahan administratif yang dijadikan alasan, hal itu justru dapat menghilangkan kepastian hukum hak atas tanah.

"Bayangkan sertifikat tanah rumah seseorang yang telah dimiliki selama 25 tahun, tiba-tiba dibatalkan sepihak oleh BPN dengan dalih ada kesalahan administratif ketika menerbitkannya 25 tahun yang lalu. Negara ini menjadi seperti negara Abu Nawas," tutur dia.

 


Sesuai Perjanjian

Sejumlah warga memadati kawasan Muara Angke untuk melihat proses reklamasi di Jakarta, Minggu (17/4). Lokasi yang dulunya mejadi tempat nelayan mencari ikan berubah menjadi dataran dari proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

 

Yusril menjelaskan, penerbitan HGB di Pulau D dilakukan sesuai perjanjian antara Pemda DKI dan pengembang. Dan yang punya hajat untuk melakukan reklamasi adalah Pemda DKI, bukan swasta.

"Swasta adalah pihak yang ditunjuk untuk melaksanakannya. Pulau reklamasi mulanya tidak ada," ucap mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) itu. 

Sesuai perjanjian, Pemda DKI akan memiliki hak pengelolaan (HPL) atas lahan reklamasi dan pengembang untuk jangka waktu tertentu akan mempunyai hak guna bangunan (HGB) yang diterbitkan di atas HPL.

Jika BPN menolak pencabutan HGB di lahan reklamasi, maka satu jalan yang tersedia bagi Pemda DKI ialah mengajukan gugatan pembatalan HGB itu ke PTUN.

"Pemerintah DKI tentu harus membuktikan bahwa mereka mempunyai legal standing untuk mengajukan gugatan dan membuktikan bahwa penerbitan HGB bertentangan dengan peraturan perundang-undanganan yang berlaku, bukan dengan Perda Tata Ruang dan Perda Zonasi yang belum ada," kata dia. 

Saksikan Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya