Liputan6.com, Bengkulu - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kota Bengkulu dalam amar putusannya mencabut hak politik, yakni hak untuk dipilih kepada Gubernur Bengkulu nonaktif Ridwan Mukti sebagai hukuman tambahan.
"Selain pidana kurungan selama delapan tahun, juga mencabut hak terdakwa untuk dipilih selama dua tahun seusai menjalani masa tahanan," kata Ketua majelis hakim, Admiral di Bengkulu, Kamis, 11 Januari 2018, dilansir Antara.
Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK, yang meminta pencabutan hak politik dipilih, sebagai efek jera dari tindakan korupsi yang dilakukan terdakwa.
Hukuman tambahan ini disebabkan terdakwa merupakan kepada daerah dan terbukti menerima suap dari kontraktor proyek pembangunan infrastruktur di Bengkulu senilai Rp1 miliar.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk pencabutan hak dipilih hanya bagi terdakwa I (Ridwan Mukti), untuk terdakwa II (istri gubernur nonaktif, Lily Martiani Maddari) tidak," kata majelis hakim.
Ridwan Mukti menjalani persidangan putusan pada Kamis sore di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Sidang dijaga ketat aparat kepolisian baik di dalam maupun di luar ruangan sidang.
Hakim menjatuhkan vonis untuk mengganjar perbuatan terdakwa masing-masing dengan pidana selama delapan tahun kurungan, denda sebesar Rp 400 juta atau hukuman pengganti dua bulan kurungan.
Ridwan Mukti beserta istri dinilai terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf a dan pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Vonis terhadap keduanya lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut terdakwa dengan pidana kurungan selama 10 tahun.
Sikap Ridwan Mukti
Usai majelis hakim membacakan putusan sidang, terlihat Ridwan Mukti berdiri mendekat kepada tim penasihat hukumnya dan melakukan diskusi singkat. Tak lama kemudian, salah seorang pengacara Ridwan bernama Muhammad Rujito langsung mengambil sikap.
"Atas putusan ini yang mulia majelis hakim, kami menyatakan sikap untuk pikir-pikir dulu selama tenggat waktu 14 hari sebagaimana diatur dalam undang-undang," ujar Rujito.
Pernyataan pikir pikir juga dilontarkan tim JPU KPK yang dipimpin jaksa Haeruddin. Sebab, dirinya harus melaporkan kepada pimpinan KPK secara resmi dan menyerahkan sikap yang diambil atas putusan ini kepada pimpinan KPK.
"Sikap kami akan diputuskan para pimpinan, yang jelas saat ini kami masih menyatakan pikir-pikir dulu," kata Haeruddin.
Advertisement
Ada yang Menangis dan Pingsan
Setelah majelis hakim PN Tipikor Bengkulu mengetuk palu sidang, suasana baik di dalam maupun luar ruang sidang langsung bergemuruh.
Tangisan pecah di beberapa sudut ruangan saat aparat kepolisian membawa Ridwan Mukti dan Lily Martiani Maddari menuju kendaraan yang akan membawa mereka ke Lembaga Pemasyarakatan.
"Ini tidak adil, kalian sangat kejam," ujar seorang perempuan yang disambut pekikan di luar ruang sidang.
Pengawalan super ketat oleh aparat bersenjata laras panjang tenyata tidak menyurutkan para pendukung Ridwan Mukti untuk bergerak mendekat kendaraan.
Akan tetapi, polisi bisa langsung memasukkan Ridwan Mukti dan Lily Martiani Maddari ke dalam mobil dan langsung dibawa keluar gedung pengadilan dengan pengawalan kendaraan Barracuda dan pasukan bersepeda motor.
Suasana kembali memanas saat salah seorang mantan istri Ridwan Mukti yang diketahui bernama Lisa menangis tersedu-sedu. Lisa bahkan jatuh pingsan ketika kendaraan yang membawa Ridwan Mukti sudah melaju kencang.
Beberapa anggota keluarga yang berada di teras ruang sidang juga sempat bersitegang dengan awak media. Mereka melarang para jurnalis yang sedang meliput untuk mengambil gambar Lisa yang mendadak jatuh pingsan.
"Para wartawan tolong berhentilah mengambil gambar, kami sedang dalam musibah," ujar salah seorang pria berbaju batik warna kuning.
Saksikan video pilihan berikut ini: