Liputan6.com, Jakarta Walmart, perusahaan ritel besar di Amerika Serikat (AS), menuai pro dan kontra atas langkah bisnisnya. Perusahaan ini mengumumkan akan menaikkan upah pekerja menjadi US$ 11 atau Rp 146.000 per jam mulai Februari. Hal tersebut merupakan dampak dari peraturan pajak yang baru.
Akan tetapi, pada saat yang sama, ritel ini juga mengumumkan akan menutup beberapa toko dan mengurangi jumlah karyawan. Rencananya, ritel terbesar di dunia tersebut akan menutup 63 toko.
Baca Juga
Advertisement
Seperti mengutip Reuters, Sabtu (13/1/2018), manajemen Walmart mengatakan bahwa 50 dari 63 toko akan ditutup secara permanen. Sementara 12 toko lainnya hanya ditutup sementara.
Penutupan ini akan berdampak pada sekitar 7.500 pekerja, di mana satu toko mempekerjakan 150 orang. Perusahaan mengatakan bahwa pegawai yang masih dipekerjakan akan dipindahkan ke perusahaan atau toko lainnya.
Untuk kenaikan upah minimum, ini merupakan yang kali ketiga sejak 2015. Kenaikan upah minimum per jam dari US$ 10 menjadi US$ 11 setelah pelatihan ditujukan untuk mengurangi angka pengangguran Amerika yang mencapai 4,1 persen. Angka yang terendah selama 17 tahun.
Selain kenaikan upah, Walmart menawarkan bonus sebesar US$ 1.000 atau Rp 13,3 juta (kurs hari ini US$ 1 = Rp 13.355) dan memperpanjang cuti bagi ibu hamil dan melahirkan.
Perusahan ritel ini menegaskan bahwa bonus tersebut akan menguntungkan lebih dari 1 juta pekerja Amerika.
Kenaikan upah ini terdengar hingga ke Gedung Putih dan mendapat apresiasi tinggi. Menurut Sarah Sanders, Sekretaris Pers Gedung Putih, Walmart adalah perusahaan terbesar di Amerika dan usaha yang mereka lakukan terhadap karyawannya adalah hal yang mulia.
Sarah juga menambahkan bahwa aturan pajak yang baru telah berdampak dan dinikmati banyak orang.
Meski demikian, berita penutupan beberapa cabang sempat menuai kritik. "Kenaikan upah yang dilakukan Walmart tidak lain adalah upaya untuk mengalihkan perhatian bahwa mereka memberhentikan ribuan pekerja dan pegawai yang tersisa tetap menerima upah rendah," kata aktivis Randy Parraz, Direktur United Food and Commercial Workers Union (UFCW).
Sementara itu, pesaing Walmart, Target Corp, menaikkan upah minimum menjadi US$ 11 sejak September lalu. Perusahaan ini akan kembali menaikkan upah minimum menjadi US$ 15 pada 2020.
Tingkat upah minimum yang dikeluarkan Walmart dan Target Corp telah melebihi upah minimum di hampir semua negara bagian Amerika. Delapan belas negara bagian Amerika menaikkan upah minimum mereka pada 1 Januari, sementara upah minimum federal berkisar US$ 7,25 sejak tahun 2009.
Ritel Lain
Walmart telah mengikuti perusahaan lain, seperti AT & T Inc, Wells Fargo & Co, dan Boeing Co, yang menaikkan upah pekerja karena Kongres AS yang dipimpin Partai Republik berhasil meloloskan peraturan pajak, yang telah diusahakan selama 30 tahun terakhir.
Partai Demokrat pernah menolak undang-undang tersebut, yang mengurangi tarif pajak sebagian besar individu. Peraturan tersebut dinilai akan memperluas kesenjangan pendapatan antara yang kaya dan miskin.
Sementara Presiden Donald Trump dan Partai Republik berpendapat bahwa potongan pajak perusahaan akan menguntungkan pegawai dan meningkatkan investasi di Amerika.
Walmart mengatakan undang-undang pajak yang baru akan menciptakan beberapa keuntungan finansial bagi perusahaan, salah satunya peningkatan investasi.
Walmart mempekerjakan sekitar 2,2 juta orang di seluruh dunia, dengan lebih dari 1,5 juta di Amerika Serikat, dan memiliki total pendapatan global hampir US$ 500 miliar tahun lalu.
Sembilan puluh persen orang Amerika tinggal tak jauh dari 7500 toko Walmart yang menjual semuanya, mulai dari makanan, pakaian, hingga peralatan olahraga.
Advertisement