Apakah Kerja di Lapas Itu Menyeramkan? Ini Cerita Sipir Perempuan

Perempuan petugas Lapas menceritakan bagaimana rasanya menjadi sipir dan melihat narapidana turun dari mobil dengan tangan dirantai.

oleh Famega Syavira Putri diperbarui 12 Jan 2018, 17:01 WIB
Foto ilustrasi.

Liputan6.com, Jakarta Bagaimana rasanya bekerja sebagai petugas penjaga keamanan Lembaga Pemasyarakatan?

Enny Luthfiani, petugas di Lapas Kelas II B Muara Tebo, Jambi, menceritakan serunya bekerja di Lapas melalui blog-nya, dudukpalingdepan.com. Simak kisahnya di bawah ini:

Kerja di lapas itu menyeramkan enggak sih?

Saya sering dapat pertanyaan seperti di atas. Masyarakat yang awam terhadap dunia pemasyarakatan pasti mengira lapas adalah tempat yang menyeramkan karena isinya orang-orang yang melanggar hukum. Ada kasus mencuri, asusila, narkoba, korupsi, pembunuhan, dan lain-lain.

Jawaban saya kalau sekarang adalah "biasa saja" karena memang sudah biasa. Tapi kalau awal-awal kerja, duh jantung lumayan dangdutan juga. Dalam hati komat kamit mengulang-ulang ayat kursi.

Tugas pertama saya di lapas tahun 2013 adalah penjaga Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Wanita. Buat yang enggak tahu, WBP itu sebutan untuk tahanan dan narapidana.

Saya inget banget waktu itu ada pindahan WBP wanita dari lapas lain. Badan mereka ada yang kurus kerempeng, ada yang gede, ada yang tatoan, ada yang serem raut wajahnya, ada pula yang alisnya cetar.

Dan mereka semua turun dari mobil dengan tangan dirantai.

Deg!

Dalam hati saya berkata, duuh ini kasusnya seram-seram atau gimana kok sampai dirantai segala.

Ternyata itu memang prosedur pemindahan WBP. Mau kasus apa pun harus ada pengamanan dengan dirantai atau diborgol.

 


Kerja jadi penjaga WBP atau anggota pengamanan itu ngapain?

Mengawal kegiatan mengaji di Lapas. Foto: Enny Fitriany/dudukpalingdepan.com

Salah satunya adalah buka tutup pintu kamar (sel). Mana gemboknya segede tapak tangan yang silinder itu lo, kalau ngelempar kepala orang pasti bocor dah. Kadang setelah dimakan waktu, gemboknya agak berkarat, jadi menguncinya butuh tenaga ekstra. Belum lagi ada beberapa pintu yang harus didorong dari dalam. Jadi kalau waktunya kunci pintu, satu atau dua warga binaan yang di dalam bantu mendorong sampai terkunci.

Awalnya saya kira warga binaan di lapas itu sangar-sangar, eh ternyata ada yang cengeng juga.

Kalau di dalam Lapas kebanyakan mereka tidak bisa berkuasa seperti di luar. Sekali pun dulunya komplotan perampok, membunuh anggota keluarganya sendiri, wanita malam yang narkobaan dan bertato, sampai pejabat yang mentereng, di dalam lapas mereka semua kelihatan biasa saja.

Apalagi memang semua warga binaan itu diperlakukan sama. Misalnya ada jadwal piket kamar masing-masing dan ruang jaga petugas. Mau kasus mencuri atau korupsi, semuanya harus bersih-bersih, menyapu, dan mengepel.

Cuma di Lapas, ibu-ibu yang dulunya pejabat dengan sasak rambut yang mewah harus mengepel pakai daster dan rambut dicepol seadanya.

Flashback lagi, dulu saya termasuk petugas yang level mentalnya cemen. Maksudnya, saya tidak bisa bentak narapidana, kalau marah malah jadi seperti menasehati biasa. Padahal untuk situasi tertentu warga binaan perlu dikerasi, tujuannya "mendidik" mereka untuk patuh aturan. Karena, kehidupan di lapas suka nggak suka berbeda dengan kehidupan mereka dulu yang bisa bicara dan bersikap seenaknya.

Alhasil kalau saya ada problem, mengadu saja deh sama senior atau rekan kerja.

Seiring berjalannya waktu ketakutan saya mulai luntur dan malah berubah menjadi iba sama mereka. Pada dasarnya fitrah manusia itu kan suci, terlahir tanpa dosa. Lingkungan keluarga atau pergaulan yang menjadikan mereka seperti itu.


Narapidana 300 orang dan petugas jaga 4 orang

Hanya satu yang saya takutkan: kerusuhan atau pelarian.

Sekarang di mana-mana lapas sudah over crowd, penambahan warga binaan enggak sebanding dengan petugas.

Contohnya, di lapas tempat saya bekerja warga binaan kurang lebih berjumlah 300 orang dan petugas jaganya empat orang. Perbandingannya kurang lebih 1:75, ckckck.

Bahkan di lapas lain ada yang perbandingannya 1:120

Kalau situasi lagi aman sih enggak masalah, tapi kalau lagi rusuh? Bisa-bisa jadi ayam penyet dah petugasnya dikeroyokin.

Suami saya saat ini masih di bagian petugas pengamanan. Saya selalu berdoa semoga Allah membantu penjagaan Lapas, jangan sampai terjadi pelarian dan kerusuhan.

Balik lagi ke pertanyaan awal, apa kerja di lapas itu menyeramkan?

Jawabannya: "Enggak, karena sudah biasa"

Sama halnya, bagi saya sekarang tentu lebih seram mereka yang kerja di rumah Sakit Jiwa. Saya pernah tanya orang yang kerja di sana, dia jawab biasa saja.

Intinya memang tergantung kebiasaan kita sih, toh mereka manusia juga. Setiap pekerjaan pasti ada risikonya.

Sekarang saya sudah tidak di bagian anggota pengamanan, Sekarang sudah di staf Pelaporan dan Administrasi Keamanan & Ketertiban. Kebanyakan berurusan dengan komputer daripada dengan warga binaan. Tapi kalau ada razia kamar, pengawalan warga binaan perempuan, saya tetap mengawal.

Yah, walau warga binaan macam-macam tingkahnya. Sabarin aja saaay, memang petugas lapas digaji untuk mengurus mereka.

We just love what we do :D

Tulisan ini pertama kali diterbitkan di blog dudukpalingdepan.com, dan dipublikasikan kembali di liputan6.com atas izin penulis.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya