Panen Hebat Petani Grobogan yang Terancam Rencana Impor Beras

Petani Grobogan mampu panen padi tiap bulan. Masih perlukah impor beras?

oleh Edhie Prayitno IgeFelek Wahyu diperbarui 14 Jan 2018, 03:05 WIB
Petani Desa Ngeluk, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, panen padi tiap 35 hari sekali. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Liputan6.com, Grobogan - Alasan para pedagang bahwa kenaikan harga beras disebabkan banyaknya petani gagal panen akibat banjir, dianggap tidak masuk akal bagi para petani di Desa Ngeluk, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan. Petani di desa itu bahkan bisa panen sebulan sekali.

Desa Ngeluk bukanlah desa yang dimanjakan dengan irigasi teknis. Meski saluran air ada, untuk memasukkan air dari Sungai Lusi ke saluran irigasi teknis sangat tidak mudah. Ketinggian permukaan air yang berada di bawah irigasi teknis menjadi persoalan.

Menurut Suwaji, Ketua Gabungan Kelompok Tani Suka Makmur, para petani di desa ini sebelumnya mengandalkan turunnya hujan, sehingga elevasi air di Sungai Lusi naik. Melalui inovasi sederhana, yakni memompa air dari Sungai Lusi dan dialirkan ke saluran irigasi teknis, akhirnya mereka tak lagi tergantung musim hujan.

Produktivitas meningkat dan harapan mengendalikan kenaikan harga beras membuncah. "Kami perkirakan tiap selapan (35 hari), kami sudah bisa panen," kata Suwaji.

Dengan optimisme itu, Suwaji berharap rencana impor beras yang saat ini diwacanakan, tidak perlu direalisasi. Permintaan itu disampaikan karena mereka sudah mulai panen padi.

"Impor bisa berdampak harga panen turun," kata Suwaji, Sabtu, 13 Januari 2018. 

Optimisme Suwaji didukung fakta bahwa panen di awal 2018 ini maju dari waktu yang semestinya. Mereka menanam padi pada pekan kedua Desember 2017, dan pertengahan Januari 2018 ini ternyata sudah panen.

 


Kementan Bingung

Dengan pompa air dan varietas baru, musim tanam padi bisa diperpendek. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Pemanfaatan pompa air sebagai langkah sederhana mampu menyediakan air bagi 265 hektar sawah. Pompa membantu mendapatkan air sehingga bisa tanam dan panen lebih awal.

"Biasanya, kami panen MT I (musim tanam pertama) akhir Februari, baru kali ini panen awal Januari. Kami minta dukungan bantuan mesin pompa lagi supaya lebih banyak sawah bisa diairi,” kata Suwaji. 

Kepala Balitbang Pertanian Kementrian Pertanian Muhammad Syakir, tidak mampu menjawab permintaan agar pemerintah tak mengimpor beras. Ia hanya menjanjikan akan terus berusaha agar program tiada hari tanpa panen gabah berhasil.

Menurut Syakir, program itu dilaksanakan melalui penyerahan bantuan benih padi varietas Impari 30 atau Ciherang plus. Itu adalah varietas padi terbaru. Kelebihannya, umurnya lebih pendek, lebih tahan hama, dan genangan.

"Yang pasti, produktivitasnya lebih tinggi,” kata Syakir.

Menurut warga, kenaikan harga beras tiga bulan belakangan bukan disebabkan karena petani gagal panen. Bukan pula karena produktivitas yang turun.

Petani menduga ada faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga beras ketika petani sedang giat meningkatkan produktivitas. Namun, tak ada yang tahu apa penyebab kenaikan harga beras ini secara rasional.

 

 


Modernisasi

Ka Balitbang Kementan, Syakir menyaksikan panen raya. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Semangat para petani meningkatkan produktivitas untuk berswasembada itu, mendapat dukungan. Kementan menambah peralatan pertanian. Traktor, pompa air, dan peralatan panen serta pascapanen. Tujuannya, modernisasi pertanian.

"Dengan modernisasi ini, hampir tiap bulan petani bisa panen padi," kata Syakir.

Panen satu setengah bulan ini ada pada lahan seluas 60 ha. Lahan itu hanyalah sebagian dari 278 ha milik 3 Kelompok tani, yaitu Kelompoktani Subur Makmur (105 ha), Kelompoktani Suka Karya (85 ha) dan Kelompok tani Subur Makmur (85ha).

Padi yang dihasilkan, mayoritas yakni padi Ciherang dengan rata-rata produksi 7-9 ton per hektare. Keuntungan lain yakni karena belum memasuki panen raya, harga beras masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 5 ribu per kilogram gabah kering panen. Padahal, masih di kisaran Rp 3.700 per kilogram.

Jika setiap kenaikan harga beras disikapi dengan menggelontorkan suplai sebanyak-banyaknya seperti impor, tentu saja upaya petani berinovasi dan anggaran modernisasi melalui Kementerian Pertanian akan sia-sia. Masih mau impor?

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya