Liputan6.com, New York - Meskipun mi instan adalah makanan favorit Indonesia, semua orang pasti mengetahui bahaya yang ditimbulkan akibat terlalu banyak mengonsumsi mi instan.
Meski demikian, cara pengolahannya yang mudah, serta rasanya yang gurih membuat banyak orang tetap memilih makanan ini sebagai pengganjal perut.
Baca Juga
Advertisement
Kandungan mi instan yang berisi zat pengawet, bahan kimia, dan juga penyedap rasa bagai menjadi resep untuk masalah. Penyakit jantung adalah penyakit nomor satu yang disebabkan oleh seringnya makan mi dalam kemasan ini.
Biasanya, sebungkus mi instan sangat identik bagi anak-anak kos. Bagi mereka mengonsumsi mi instan sangat mudah dan ramah untuk kantong.
Namun, bagi Anda anak kos dan siapapun Anda harus mengetahui konsekuensi dari mengonsumsi sebungkus mi instan.
Seperti dikutip dari laman Food.ndtv.com, Sabtu (13/1/2018), berikut 3 alasan mengapa mi instan berbahaya apabila dikonsumsi secara rutin:
1. Dibuat dengan Bahan Pengawet
Namanya juga mi instan, maka akan mudah proses pengolahan dan penyajiannya. Dalam setiap kali produksi, sebungkus mi instan bisa tak langsung diolah. Makanan ini dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dapat disimpan jauh lebih lama bukan berarti membuat mi instan bagus untuk dikonsumsi, namun ada bahaya besar yang mengintai. Dalam satu kemasan mi instan akan ada banyak bahan pengawet dan campuran zat-zat lainnya.
Bahayanya meliputi kandungan nutrisi yang rendah, tinggi lemak, tinggi kalori dan sodium serta ditambah dengan pewarna dan perasa.
"Monosodium glutamat (MSG) adalah bahan pengawet yang sangat berbahaya. Pada dasarnya, bahan pengawet yang berkhasiat untuk meningkatkan rasa ini diizinkan penggunaannya. Namun dalam kadar yang ada batasnya. Tak boleh berlebihan," ujar Dr. Sunil Sharma, seorang dokter umum di Madan Mohan Malviya Hospital, New Delhi, India.
"Jika konsumsi ini dilakukan terus menerus itu berarti Anda selalu makan bahan pengawet dan akan menimbulkan masalah besar pada tubuh," tambahnya.
Tahun lalu, The Washington Post telah melaporkan sebuah penelitian yang dilakukan di Korea Selatan untuk mencari tahu efek samping mi instan terhadap kesehatan manusia.
"Mi Instan adalah makanan yang praktis dan lezat. Namun, risiko sindrom metabolik dapat mengancam. Kandungan sodiumnya sangat tinggi, lemak jenuh dan glikemiknya tidak sehat," kata Hyun Shin, kandidat doktor di Harvard School of Public Health.
Studi itu akhirnya menyimpulkan bahwa konsumsi mi instan yang berlebihan dapat memicu obesitas, diabetes, tekanan darah tinghi, hipertensi dan masalah lainnya.
Advertisement
2. Dibuat dari Bahan Dasar Tepung Maida
Sebagian besar mi instan dibuat dari bahan dasar tepung gandum. Salah satu yang paling sering adalah tepung jenis maida yang nyatanya tak terlalu baik bagi kesehatan.
Maida adalah salah satu varian dari tepung gandum yang memiliki tekstur halus dan serat yang sangat rendah dibanding tepung-tepung lainnya.
Tepung maida memang cepat untuk dicerna. Namun, karena seratnya yang begitu sedikit, Anda akan merasa belum kenyang dan menuntut Anda untuk makan lagi, lagi dan lagi.
Menurut Dr. Simran Saini, seorang ahli nutrisi di Rumah Sakit Fortis, New Delhi mengatakan: "Mi instan yang diolah dari tepung maida dan bahan pengawet adalah kombinasi kosong."
3. Kandungan Lemak Berbahaya untuk Tubuh
Mi instan mengadung lemak jenuh yang jika dikonsumsi secara berlebihan atau teratur dapat menaikan kadar kolesterol dalam darah.
Memiliki riwayat kolesterol tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan juga diabetes.
"Bumbu pada mi instan mengandung kolesterol jahat, karbohidrat tanpa nutrisi dan serat sama sekali. Seharusnya bisa Anda bayangkan jika mi instan dikonsumsi setiap hari," ujar Dr. Sharma.
Pada tahun 2013, sekelompok dokter di Amerika Serikat melakukan percobaan untuk melihat bagaimana fungsi pencernaan seseorang yang doyan makan mi instan.
Dengan bantuan kamera seukuran mikro, para dokter bisa melihat proses pengolahan mi instan dalam tubuh. Saat dilihat, ternyata butuh waktu berjam-jam bagi tubuh untuk mencerna mi tersebut.
Dr. Sharma memperingatkan bahwa makanan cepat saji atau olahan serupa harus dikonsumsi sesekali dan tak boleh menggantikan posisi makanan sehat.
Advertisement