Liputan6.com, Bengkulu - Perkembangan pergerakan mata uang yang di perdagangkan secara digital atau Virtual Currency mulai mengusik Bank Indonesia (BI) sebagai pemilik otoritas moneter di Indonesia. Salah satu bentuk mata uang tersebut adalah Bitcoin yang sudah merembes ke para pemilik uang di daerah.
Kepala Kantor Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu Endang Kurnia Saputra mengatakan, transaksi Bitcoin saat ini sudah sangat membahayakan. Apalagi para pemain transaksi ini mengklaim memiliki bank sentral sendiri di dunia maya.
"Kepemilikan Bitcoin yang termasuk dalam kategori Virtual Currency sangat beresiko dan spekulatif," tegas Endang saat dihubungi di Bengkulu, Minggu 14 Januari 2018.
Baca Juga
Advertisement
Pesatnya kenaikan angka atau poin Bitcoin dalam beberapa waktu terakhir membuat semakin pesatnya jumlah orang yang berinvestasi ke sektor yang tidak diakui negara tersebut. Kenaikan angka setiap poin dari US$ 1 menjadi US$ 15.000 hanya dalam waktu singkat membuat orang menjadi tertarik dan berani mengambil resiko investasi.
"Angka sangat fluktuatif, bisa saja tiba tiba anjlok dan yang kena biasanya para investor baru," lanjut Endang.
"Bitcoin sudah mengganggu stabilitas sistem keuangan, makanya dilarang BI," katanya menambahkan.
Saksikan tayangan video pilihan berikut ini:
Larangan Keras Bitcoin
Untuk mengantisipasi semakin meluasnya resiko penipuan oleh para pemain Bitcoin, BI mengeluarkan larangan keras kepada lembaga keuangan baik bank maupun lembaga lain non bank. Transaksi yang bisa saja dilakukan dengan mengkonversi nilai Bitcoin ke mata uang rupiah itu dilarang untuk diperdagangkan oleh lembaga keuangan yang diakui negara.
Sebab transaski Bitcoin sangat rentan dijadikan ajang untuk melakukan pencucian uang atau Money. Selain itu, transaksi melalui bank sentral dunia maya ini dicurigai sebagai transaksi untuk mendanai gerakan radikal hingga terorisme di Indonesia.
Larangan keras tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Teknologi Financial. BI sebagai pemilik otoritas moneter, stabilitas keuangan dan sistem pembayaran diharuskan menjaga stabilitas sistem keuangan dan melakukan perlindungan kepada para konsumen.
Menurut Endang Kurnia, tidak adanya administrator resmi dalam perdagangan Bitcoin, mengakibatkan harganya beresiko terjadi penggelembungan atau Bubble. Juga tidak adanya Underlying Aset yang mendasari harga Virtual Currency ini, akibatnya perdagangan Bitcoin sangat fluktuatif dan beresiko tinggi.
Advertisement
BI Bengkulu Gandeng Polda
Karena mengancam stabilitas sistem keuangan di Indonesia, keberadaan Bitcoin yang tidak diakui menurut Undang Undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang. Pihak Bank Indonesia meminta aparat keamanan dalam hal ini kepolisian untuk mengambil langkah tegas dan menindak oknum yang bermain dibalik transaksi Virtual Currency tersebut.
Sebab secara tegas Negara Kesatuan Republik Indonesia secara resmi hanya mengakui satu jenis mata uang saja yaitu Rupiah. Bank Indonesia juga telah melarang seluruh pengguna jasa sistem pembayaran baik itu perbankan, penerbit surat berharga, penyelenggara kliring, transfer dana maupun penyelenggara teknologi Financial untuk berhati hati.
Bank Indonesia Perwakilan Bengkulu secepatnya akan melakukan koordinasi dengan Kepolisian Daerah Bengkulu untuk menyeret para pemain Bitcoin ini ke ranah hukum. Teknologi untuk menjerat mereka sudah sangat memungkinkan dan mudah dijangkau.
"Sanksi pelanggar aturan ini sangat jelas dan kita minta aparat memproses secara hukum," kata Endang Kurnia.