Anies Sebut Banten Penyebab Jakarta Barat KLB Difteri

Walau penyebaran difteri sudah terjadi sampai ke Jakarta, Anies menilai tidak perlu ada yang saling menyalahkan.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 14 Jan 2018, 13:03 WIB
Garut tetapkan status kejadian luar biasa wabah difteri. Foto: (Jayadi Supriadin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut, Jakarta Barat menjadi kawasan yang paling awal terjangkit KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri. Penyebabnya adalah karena kawasan tersebut dekat dengan Banten yang masuk dalam status KLB Difteri.

"Kenapa mulainya di Jakarta Barat? Kebetulan tetangganya (Banten) ada kasus difteri yang cukup besar. Berapa kasus? 300 kasus di tetangga. Karena itu (penyakit difteri) lalu lalang, interaksi membuat penyakit ini mudah sekali menular," kata Anies saat ditemui di kawasan Kedoya, Jakarta Barat, Minggu (14 /1 /2018).

Walau penyebaran difteri sudah terjadi sampai ke Jakarta, Anies menilai, tidak perlu ada yang saling menyalahkan.

Menurutnya, yang terpenting sekarang dilakukan adalah mengurangi jumlah kasus difteri agar tidak semakin meningkat.

"Tidak perlu saling menyalahkan, mulai datangnya dari mana, keluarnya mana. Tak penting datangnya dari mana. Yang penting jumlah kasusnya menurun dan anak-anak kita selamat," tegas Anies.

Anies mengatakan, pihaknya menyiapkan sejumlah upaya untuk menangani kejadian luar biasa penyakit difteri yang mewabah di Jakarta. Ia ingin penyebarannya bisa segera dihentikan.

"Tantangan Kota Jakarta ini kota terbuka, banyak yang datang keluar-masuk, meski begitu Insyaallah ikhtiar bisa menghentikan penyebaran perluasan, " ujar Anies.


78 Persen

Lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengikuti vaksinasi Difteri yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (Liputan6.com/Devira)

Anies mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta telah menargetkan sebanyak 1,2 juta anak di bawah usia 19 tahun yang ada di Jakarta Barat dan Jakarta Utara bisa terjangkau mendapatkan imunisasi difteri. 

Dari fase awal itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut sudah sekitar 78 persen target bisa tercapai.

"(Tahun) 2017 kemarin terjadi lonjakan kasus difteri karena itu kita melakukan langkah-langkah extraordinary dengan melakukan imunisasi di mana-mana," ujar Anies. 

Pada fase kedua, Pemprov DKI menargetkan 1,7 anak yang akan mendapatan vaksin Difteri. 

Tercatat peningkatan kasus difteri di Jakarta dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Di tahun 2017 itu ada 109 kasus. tahun 2016 ada 17 kasus, 2015 ada 10 kasus. Tahun 2014 ada 4 kasus. Situasi ini yang kita sebut sebagai KLB (kejadian luar biasa) karena itu harus ada langkah luar biasa, " kata Anies.

Anies ingin penyebaran difteri di Jakarta bisa segera diantisipasi sehingga tidak semakin meluas. Oleh karena itu,  menurutnya, penanganan kasus difteri ini harus dilakukan secara cepat dan masif.

"Kita pastikan seluruh populasi di Jakarta mudah-mudahan bisa diantisipasi penyebarannya lebih luas. Kita tidak ingin Jakarta dirundung masalah difteri," ucap Anies.


Tren Menurun

Lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengikuti vaksinasi Difteri yang dilakukan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (Liputan6.com/Devira)

Menkes Nila F Moeloek mengatakan, tren kasus KLB Difteri sudah menurun. Data menunjukkan bahwa dari 120 Kabupaten/Kota yang melapor, sejumlah 85 di antaranya sudah menyatakan tidak terjadi KLB Difteri. Ia juga mengungkapkan bahwa suatu daerah dinyatakan bebas dari KLB Difteri, jika sudah tidak ada kejadian dalam kurun waktu 2 minggu.

Meski demikian, Nila menuturkan, program imunisasi 0-1-6 harus tetap dijalankan. Maksudnya, imunisasi pertama dan kedua dilakukan dalam jarak waktu satu bulan, dan jarak antara imunisasi kedua dan ketiga adalah enam bulan.

"Masyarakat perlu tahu ini, agar vaksin dapat bekerja dengan baik di dalam tubuh," jelas Nila.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya