Program Hutan Sosial Harus Didukung Pemerintah Daerah

Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak bisa melepaskan pengelolaan hutan tanpa memberikan bimbingan.

oleh Fitriana Monica Sari diperbarui 14 Jan 2018, 19:08 WIB
Suasana Hutan Kota Srengseng, Jakarta, Rabu (29/3). Pemprov DKI Siapkan Rp 1,5 Miliar untuk Benahi 4 Hutan Kota, adapun sarana pendukung yang akan dibangun diantaranya, pagar, pos jaga, dan jogging track. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah pusat untuk akan membagikan hak pengelolaan atas hutan seluas 12, 7 juta hektare masih menemui kendala. Dari target seluas 12,7 juta hektare, pemerintah baru bisa merealisasikan 1,34 juta hektare hingga Desember 2017. Agar program tersebut bisa sukses, pemerintah daerah (pemda) harus mendukung implementasinya.

Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, rencana pemerintah terhadap skema perhutanan sosial ini patut diapresiasi. Tapi pemerintah pusat harus didukung oleh pemerintah daerah.

Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah adalah cerminan dari tujuan program ini yaitu memaksimalkan pengelolaan hutan agar membawa manfaat untuk lingkungan dan juga masyarakatnya.

Selain itu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak bisa melepaskan pengelolaan hutan tanpa memberikan bimbingan kepada pengelolanya.

Masyarakat, lanjut Hizkia, masih memiliki keterbatasan, seperti kurangnya akses terhadap pendidikan dan informasi, kurangnya akses pada pembiayan usaha dan pasar dan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Beberapa hal inilah yang menyebabkan pengelolaan hutan masih membutuhkan bimbingan.

“Pemberian hak kelola adalah awal bagus untuk masyarakat adat. Tapi pemberian hak tanpa adanya bimbingan tentu saja jadi percuma karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat adat. Hal ini sebaiknya dikoordinasikan antar pemerintah, pusat dan daerah, supaya tanggung jawab untuk memberikan bimbingan ini jelas dan bisa berjalan,” jelas Hizkia dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (14/1/2018).

Bimbingan ini dapat diberikan melalui para penyuluh kehutanan. Berdasarkan data dari KLHK, terdapat 3.162 orang penyuluh kehutanan yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 4.219 orang Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM).

Masih ada penyuluh kehutanan yang berasal dari swasta, seperti dari Perhutani, yang jumlahnya tidak diketahui secara pasti. Peran mereka, kata Hizkia, bisa dimaksimalkan untuk mendampingi masyarakat adat mengelola hutan.

 


Pedoman Praktis

Kayu pacat, salah satu jenis pohon tua dan langka di kawasan hutan Kerinci. (Liputan6.com/B Santoso)

Pemerintah tingkat Kabupaten dan Kecamatan juga harus menyediakan pedoman praktis yang dapat membantu penduduk desa untuk melihat bagaimana hak kepemilikan, akses dan pengelolaan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.

Program peningkatan kapasitas dan transfer pengetahuan dari satu desa ke desa lain juga akan membantu meningkatkan keahlian penduduk.

“Yang diperlukan masyarakat adalah pendampingan, pelatihan teknis manajemen (keuangan, pariwisata, lingkungan hidup dan sebagainya) serta akses ke investor, yang mana bisa dilakukan oleh pemerintah daerah dan Perum Perhutani. Jadi sebaiknya pemerintah pusat dapat melimpahkan wewenang penerapan Program Perhutanan Sosial kepada mereka, dan tidak perlu semuanya menunggu instruksi dari pemerintah pusat,” tegasnya.

Presiden Joko Widodo menyerahkan SK penetapan sembilan hutan adat pada acara pembukaan Konferensi Tenurial 2017 di Istana Negara. Pemberian SK ini merupakan penetapan hutan adat yang kedua setelah sebelumnya dilakuan pada Desember 2016.

Sembilan hutan adat yang ditetapkan berada di wilayah Jambi, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Luas kawasan ini mencapai 3341 hektar dan melingkupi 3111 keluarga. Pemerintah berencana untuk memberikan konsesi terhadap 12,7 juta hektar lahan kepada 33.000 desa sebagai bagian dari Skema Perhutanan Sosial.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya