KPPU: Data Produksi Beras Perlu Diaudit Supaya Tak Jadi Debat

Pemerintah perlu mengadopsi sistem pemasaran online dalam pemasaran beras sehingga petani bisa secara langsung menjual beras.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Jan 2018, 09:46 WIB
Seorang kuli angkut menurunkan beras dari atas truk di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengusulkan supaya kegiatan produksi dan tata niaga beras diperbaiki. Dengan begitu, harga beras tidak melambung tinggi seperti saat ini.

"Meningkatkan efisiensi kegiatan pertanian (tanam, panen, dan pascapanen) di hulu dan juga memperbaiki tata niaga beras sehingga adil bagi petani, pedagang, dan konsumen," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf dalam keterangan yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (15/1/2018).

Dia juga mengusulkan supaya data produksi beras diaudit. Dengan begitu, itu tidak terus-menerus menjadi sumber perdebatan.

"Melakukan audit data produksi beras di BPS dan Kementan bersama-sama perguruan tinggi sehingga tidak terus-menerus menjadi sumber perdebatan," sambungnya.

Dia juga meminta adanya penyederhanaan rantai distribusi. Menurutnya, pemerintah bisa mengadopsi sistem online.

"Pemerintah perlu mengadopsi sistem pemasaran online dalam pemasaran beras sehingga petani bisa secara langsung menjual berasnya ke konsumen akhir atau retailer tanpa melalui jalur pemasaran yang panjang," sambungnya.

Lalu, perlunya pengembangan pasar induk beras di sentra-sentra produksi beras nasional seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara.

"Pasar Induk diharapkan dapat menjadi sumber referensi ketersediaan atau pasokan dan harga beras nasional. Langkah ini menjadi tanggung jawab Bulog dan Kemendag," ujar dia.

Lalu, peran Perum Bulog dalam operasi pasar perlu ditingkatkan. Di antaranya, dengan mengoptimalkan serapan beras petani.

Selain itu, Syarkawi meminta adanya penegakan hukum pada spekulan. "Penegakan hukum terhadap spekulan yang sengaja mempermainkan pasokan dan harga. Langkah ini menjadi tanggung jawab KPPU dan kepolisian," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Data Tidak Kredibel

Seorang kuli angkut memanggul beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Penetapan HET beras kualitas medium zona Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB dan Sulawesi Rp 9.450/kg dan Rp 12.800 untuk beras premium (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya memutuskan untuk membuka keran impor beras. Padahal, sebelumnya Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan jika stok beras mencukupi bahkan suplus sehingga tidak perlu impor.

Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan dibukanya keran impor beras ini membuktikan jika data yang selama ini dimiliki oleh pemerintah terkait dengan stok beras tidak kredibel.

"Ada miskoordinasi juga di internal pemerintah antara Menteri Pertanian dan Bulog," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Selain itu, lanjut Bhima, dibukanya keran impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton ini juga menjadi bukti kegagalan Kementan dalam menjaga produksi beras di dalam negeri. Akibatnya, pasokan beras di pasaran menurun dan membuat harga melambung.

"Kesalahan ada di Kementan. Bukti kegagalan Kementan dalam menjaga pasokan dan produksi beras di tingkat petani," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya