Pejabat: 25 Tewas dalam Demo Iran, Ratusan Demonstran Dibebaskan

Sejumlah pejabat Iran mengatakan, 25 orang tewas dalam rangkaian demo. Sementara itu ratusan massa aksi yang ditahan aparat telah dibebaskan

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 15 Jan 2018, 10:30 WIB
Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)

Liputan6.com, Tehran - Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa puluhan orang tewas dalam rangkaian demo antipemerintah yang terjadi di negaranya. Sementara itu, ratusan massa aksi yang ditahan oleh aparat turut telah dibebaskan.

Lewat media semi-pemerintah Fars News Agency, Wakil Ketua Mahkamah Agung Iran Gholam-Hossein Mohseni-Eje'i mengklaim bahwa 25 orang tewas dalam rangkaian demonstrasi tersebut. Demikian seperti dikutip dari Associated Press (15/1/2018).

Mohseni-Eje'i juga mengklaim bahwa tak ada satu pun di antara korban yang tewas oleh aparat keamanan Iran.

Di Tehran

Sementara itu, Jaksa Agung Tehran, Abbas Jafari Dolatabadi, mengatakan, 440 massa aksi yang ditahan oleh aparat di Tehran telah dibebaskan.

Menambahkan keterangan itu, Mohseni-Eje'i mengatakan, masih tersisa 55 anggota massa aksi yang masih mendekam di dalam penjara di Tehran.

Tak Detail

Kendati demikian, kedua pejabat itu tak menjelaskan lebih detail mengenai angka korban tewas serta massa aksi yang ditahan di luar Tehran.

Apalagi, berbagai laporan menyebut bahwa demonstrasi yang berskala jauh lebih besar -- dengan dampak korban yang cukup signifikan -- justru terjadi di daerah lain di Iran.


Anggota Parlemen Iran: 3.700 Orang Ditangkap di Tengah Demo

Demonstrasi di Iran yang berawal pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (screengrab)

Sekitar 3.700 orang ditangkap sepanjang demonstrasi antipemerintah di Iran yang berlangsung sejak 28 Desember 2017 hingga mereda pada pekan lalu, menurut estimasi seorang anggota Parlemen negara tersebut.

Sang anggota parlemen, Mahmoud Sadeghi, juga mengatakan, dari ribuan yang ditangkap, sekitar 40 - 68 berstatus pelajar/mahasiswa. Demikian seperti dikutip dari CNN, Kamis 11 Januari 2018.

Ia membeberkan informasi itu melalui akun pribadi sosial media Telegram. Namun, Sadeghi tak mengelaborasi lebih jauh tentang data tersebut.

Estimasi sang anggota parlemen jauh melebih dari klaim pemerintah Iran (450 orang) serta perkiraan Amerika Serikat (1.100 orang).

Angka yang dibeberkan Sadeghi memberikan sudut pandang alternatif terkait tendensi abuse of power yang dilakukan oleh pemerintah Iran dalam menyikapi demonstrasi tersebut.

Kendati demikian, parlemen Iran sendiri pun belum menetapkan angka resmi terkait jumlah individu yang ditangkap dalam aksi protes yang terjadi selama enam hari itu.

"Mengingat fakta bahwa berbagai lembaga keamanan dan penegak hukum turut melakukan penangkapan masing-masing, maka perlu waktu untuk menetukan angka yang lebih tepat terkait mereka yang telah ditangkap," papar keterangan pers dari media resmi Parlemen Iran.

 


Penyebab Demo

Demonstrasi di Iran yang berawal terjadi pada Kamis, 28 Desember 2017. Demo dilaporkan terjadi berlarut-larut dan menyebar ke beberapa kota (AFP)

Sejak Kamis, 28 Desember 2017, puluhan ribu warga Iran turun ke jalan di berbagai kota negara tersebut. Beramai-ramai, mereka meneriakkan kemarahan kepada pemerintah terhadap berbagai isu yang tengah melanda Negeri Para Mullah, seperti kebijakan yang dinilai buruk, korupsi, masalah ekonomi, kenaikan harga pangan, dan tingkat pengangguran yang tinggi.

Demo kali ini dinilai besar oleh mata dunia. Besar dari segi partisipasi masyarakat, dan juga isu yang disuarakan rakyat.

"Percaya atau tidak, semua itu diawali dari sebuah demo soal harga telur," kata Hussein Banai, pengajar di Indiana University yang mempelajari soal Iran, seperti dikutip dari situs Business Insider Singapore.

Menurut kantor berita Iran, Mehr, harga telur sempat melonjak 50 persen, 210 ribu rial per 30 butir atau dua kali lipat dari harga sebelumnya. Biaya pakan ternak yang tinggi dan wabah flu burung dituding jadi penyebab.

Kenaikan harga telur juga diikuti komoditas lain yang membuat kantong rakyat kebanyakan menjerit.

Oleh karena itu, pada Kamis, 28 Desember 2017, sekitar 100 orang berkumpul di jalanan Masyhad, kota terbesar kedua Iran, yang letaknya lebih dari 500 mil atau 804 km di timur laut Tehran. Para demonstran awalnya memprotes cara pemerintah menangani perekonomian.

Demonstrasi itu kemudian meluas ke 20 kota, bermetamorfosis menjadi gerakan perlawanan pada Presiden Iran Hassan Rouhani bahkan sang pemimpin tertinggi Ali Khamenei.

Demonstrasi di Iran (AFP)

Perekonomian Iran, yang fokus pada industri minyak bumi sudah lama morat-marit, ditandai inflasi tinggi, angka pengangguran yang melonjak, dan ketidaksetaraan.

Itu mengapa, massa antipemerintah didominasi oleh para pemuda. Merujuk data resmi dari aparat yang telah menangkap sejumlah demonstran, sekitar 90 persen peserta aksi protes diketahui berusia rata-rata di bawah 25 tahun.

Saat ini di Iran, kelompok demografi usia tersebut merupakan yang paling terdampak oleh isu tingginya tingkat pengangguran dan masalah ekonomi.

Sebagian besar pemuda peserta demo juga diduga kuat berasal dari kelompok demografi pedesaan yang jauh dari kemapanan kota besar Iran. Para pemuda itu relatif miskin dan berasal dari kelas pekerja yang menuntut agar biaya hidup dapat lebih terjangkau oleh kocek minim mereka.

Seorang warga Iran yang anonim berkata kepada CNN bahwa para pemuda yang ikut berdemo juga berkeinginan untuk memiliki standar gaya hidup yang lebih sejahtera, sama seperti para muda-mudi lain yang lebih kaya.

"Lewat sosial media, pemuda miskin di wilayah desa dapat melihat kemapanan hidup pemuda lain di kota. Pemuda miskin kemudian membanding-bandingkan hidup mereka dengan pemuda yang lebih mapan. Tentu saja mereka marah," kata seorang warga Iran.

Alireza Nader, seorang analis kebijakan internasional di Rand Corp, mengatakan, massa demo kali ini berbeda dengan aksi pada 2009 silam.

"Pemrotes ini berasal dari pinggiran kota Iran, dari kota-kota kecil yang belum pernah didengar orang sebelumnya," kata Nader.

"Pada tahun 2009, demonstrasi terkait dengan kaum reformis. Kali ini adalah anti-kemapanan."

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya