Mentan: Dulu pada 1984 Kita Swasembada tapi Masih Ada Impor

Indonesia membuka keran impor beras khusus sebesar 500 ribu ton.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 15 Jan 2018, 12:29 WIB
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mendampingi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan panen raya padi di Desa Sonorejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. (Foto: Kementerian Pertanian)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memutuskan untuk mengimpor 500 ribu ton beras khusus. Hal ini untuk menambah pasokan demi menurunkan harga beras yang melonjak di pasaran.

Lantas, apakah pembukaan keran impor ini menjadi tanda jikaIndonesia sulit mencapai swasembada beras?

"Definisi swasembada apa? Dulu tanggal 10 November 1984, itu kita didaulat menjadi swasembada pangan. Pada saat itu masih ada impor 414 ribu ton," kata Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman usai membuka Rapat Kerja Nasional Pertanian Tahun 2018 di Hotel Bidakara Jakarta, Senin (15/1/2018).

Dia mengatakan, tahun 2016 dan 2017 tidak ada impor beras medium. Amran mengklaim, hal tersebut merupakan swasembada beras.

"Tahun 2016-2017 tidak ada impor beras medium. Iya, swasembada," kata dia.

Dia melanjutkan, tahun 2016 dan 2017 tidak impor. Padahal, waktu itu diterpa El Nino. Dia bilang, rekomendasi impor keluar di tahun 2015.

"Ini tanaman semusim, satu kali panen 3 kali sebulan, harus dijaga dalam setahun. Tahun 2017 nggak impor, 2016 nggak ada impor. Hanya saja ada yang masuk ini yang perlu kami jelaskan kan sering dipertanyakan rekomendasi impor keluar di 2015, waktu itu ada El Nino tapi menvebrang ke Januari pengirimannya, tapi rekomendasinya keluar 2015. Sehingga, 2016-2017 nggak ada impor," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Impor Beras, Mendag Pastikan Tak Pakai Uang APBN

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan tidak ada uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk mengimpor beras khusus. Meskipun beras khusus tersebut akan dijual di dalam negeri dengan harga setara dengan beras medium.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pembelian beras asal Vietnam dan Thailand tersebut dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Dana yang disiapkan untuk impor tersebut telah disiapkan oleh PPI.

"Tidak ada dana APBN, itu pasti. PPI itu menjadi pintu sehingga kita bisa mengatur. Mereka bisa bermitra dengan pengusaha beras," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Selain itu, meski merupakan beras khusus, harga beras tersebut lebih murah dibandingkan beras medium yang dijual di Indonesia. Oleh sebab itu, dengan dijual setara dengan medium akan tetap memberikan keuntungan.

"Di sana lebih murah. Dan kita sudah sepakati untung tidak boleh gede-gede. Dan harus dijual (dengan harga) medium. Kalau rugi dikit nanti kita kasih lagi yang lain," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan untuk membuka keran impor beras khusus. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin ketersediaan beras di dalam negeri dan sebagai salah satu langkah untuk menekan harga beras di pasaran.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, pihaknya akan membuka impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton. Beras tersebut rencananya akan mulai masuk pada akhir Januari 2018.

"Untuk mengisi gap ini, saya tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan saya mengimpor beras khusus. Yang diimpor 500 ribu ton, start awal," ujar dia.

Enggar mengungkapkan, beras tersebut akan dipasok dari dua negara, yaitu Thailand dan Vietnam. Namun, dia memastikan beras yang diimpor tersebut bukan jenis beras yang sudah mampu diproduksi di Indonesia.

"Dari berbagai negara yang ada. Dari Vietnam, Thailand, kita masukkan.‎ Beras yang tidak ditanam di dalam negeri. ‎Beras IR64 tidak kami impor, tetapi kami memasok beras impor," kata dia.

Menurut dia, impor beras dilakukan guna mengisi pasokan beras di dalam negeri sambil menunggu masa panen pada Februari-Maret 2018. Dengan adanya tambahan beras impor ini diharapkan tidak ada kekhawatiran soal kelangkaan dan kenaikan harga beras.

"Kita sambil menunggu karena panen ada setiap hari, hanya jumlahnya yang berbeda, diperkirakan Februari-Maret akhir baru ada. Dengan demikian, maka tidak ada kekhawatiran kekurangan pangan. Masalah perut, masalah pangan itu menjadi prioritas, jangan kita mengambil risiko dan ada pertentangan, petani juga konsumen. Dia juga harus memberi beras dan tidak boleh ada kekosongan pasokan," tandas dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya