Liputan6.com, Jakarta - Wacana situs Rumah Cimanggis akan dirubuhkan sejalan dengan pembangunan kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), kembali mencuat. Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK enggan menyebut rumah tersebut sebagai situs, alasannya?
"Rumah itu, rumah istri kedua dari penjajah yang korup. Masa situs itu harus ditonjolkan terus. Jadi rumah istri kedua gubernur yang korup. Masa mau menjadi situs masa lalu. Yang mau kita bikin di situ situs masa depan. Suka mana? Situs masa depan," ucap JK di kantornya, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Advertisement
Dia menuturkan, dengan kehadiran universitas tersebut bisa menunjukan Indonesia menganut Islam yang moderat.
"Kita melihat masa depan, bagaimana kita membikin Islam yang moderat, wasatiyah di Indonesia yang mempunyai pengaruh luas. Jangan terpengaruh dengan isu rumah istri kedua orang Belanda yang korup. Apa yang musti dibanggain?" ungkap JK.
Sebelumnya, pegiat sejarah di Depok meminta pemerintah mengkaji ulang rencana pembangunan Universitas Islam International Indonesia (UIII) yang disinyalir akan menggeser keberadaan Rumah Cimanggis. Rumah bersejarah itu berada di lahan RRI, Kecamatan Sukmajaya, Depok.
Menurut pegiat sejarah Kota Depok Ratu Farah Diba, Rumah Cimanggis adalah bagian dari integritas sejarah Depok, bahkan bagian dari sejarah kolonial di Indonesia.
"Kalau Rumah Cimanggis hilang, maka sejarah tersebut menjadi tidak utuh," kata Farah dalam pesan elektronik kepada Liputan6.com belum lama ini.
Aset Pusaka
Ketua Heritage Community ini lebih jauh menjelaskan, Rumah Cimanggis merupakan aset pusaka yang juga bagian dari sejarah kota.
"Sebagai elemen pembeda satu kota dengan kota lain. Bangunan atau kawasan bersejarah bukan sekadar untuk romantisme, atau sekadar menjadi onggokan artefak, tapi sebagai bukti peradaban eksistensi kota tersebut," ujar dia.
Meski demikian, bangunan dari abad 18 yang disebut-sebut contoh arsitektur rumah terbaik di ommelanden Batavia oleh Adolf Heuken itu saat ini kondisinya terbengkalai. Seolah bangunan tua menjadi masalah yang membebani kota. Hal itu berkaca dari kawasan kota tua Depok yang mangkrak telantar.
"Jadi bangunan atau kawasan harus dilestarikan dan ditata, sehingga memberi nilai tambah bagi kota. Demikian juga untuk aset-aset pusaka di Depok," dia menegaskan.
Advertisement