Liputan6.com, New York - Bursa Asia merosot terpicu anjloknya harga bijih besi serta penguatan euro yang mendekati posisi puncak dalam 3 tahun, seiring ekspektasi Bank Sentral Eropa akan mengurangi stimulus moneternya.
Melansir laman Reuter, Selasa (16/1/2018), indeks MSCI saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,2 persen pada awal perdagangan. Adapun Saham Australia tergelincir 0,5 persen. Sementara Wall Street ditutup karena hari libur umum.
Baca Juga
Advertisement
Harga bijih besi China jatuh 2 persen karena stok di pelabuhan China melonjak ke level tertinggi sejak 2004. Kondisi ini kian menekan harga baja yang sudah melemah.
Sementara indeks saham Nikkei Jepang sedikit lebih tinggi pada awal perdagangan, namun momentum ini sangat berat bagi para eksportir yang berjuang untuk melepaskan efek penguatan yen.
Adapun nilai tukar Euro sedikit naik menjadi US$ 1,2265. Mata uang ini sempat menggapai US$ 1,2296, posisi paling tinggi sejak Desember 2014.
Euro sempat melemah pada hari Senin dan imbal hasil obligasi benchmark Jerman mencapai titik tertinggi setelah Bank Sentral Eropa Ardo Hansson mengatakan bahwa bank sentral dapat mengakhiri skema pembelian obligasi dalam satu bulan setelah September, jika ekonomi dan inflasi tumnuhb seperti harapan.
Melengkapi kenaikan euro, data menunjukkan surplus perdagangan di 19 negara kawasan Eropa naik ke tingkat tertinggi dalam delapan bulan.
Mata Uang dan Harga Minyak
Sementara indeks dolar, yang mengukur mata uang Amerika Serikat (AS) terhadap sekeranjang enam saingan utama, berkubang di posisi terendah lebih dari tiga tahun.
Dola terakhir turun 0,6 persen pada posisi 90,451, setelah turun ke posisi terendah 90,279 pada hari Senin, terdalam sejak Desember 2014.
Demikian pula terhadap yen, dolar kembali mengalah, yang menguat 0,2 persen menjadi 110,72 JPY. Angka ini tak jauh dari 110,32 yen, yang merupakan level terlemah sejak 15 September.
"Masalah terhadap dolar terjadi mulai pekan lalu, ketika investor menjual dolar pada ekspektasi bahwa Bank of Japan mungkin akan mulai memperketat stimulusnya," kata Mitsuo Imaizumi, Kepala Strategi Valuta Asing Daiwa Securities yang berbasis di Tokyo.
Sementara harga minyak mentah dunia mendekati level tertinggi dalam tiga tahun di atas US$ 70 per barel. Ini terjadi di tengah tanda-tanda bahwa pemotongan produksi oleh OPEC dan Rusia bisa memperketat pasokan, meskipun para analis memperingatkan adanya dampak dari lonjakan produksi minyak di Amerika Serikat (AS).
Harga minyak patokan internasional Brent terakhir diperdagangkan 29 sen lebih tinggi menjadi US$ 70,16, setelah sempat naik ke level tertinggi US$ 70,37 per barel di awal sesi.
Advertisement