Jokowi: Pemerintah Akan Cari Solusi dari Pelarangan Cantrang

Para nelayan juga mengusulkan agar pemerintah melakukan uji petik yang melibatkan para ahli guna membuktikan cantrang merusak lingkungan.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jan 2018, 11:10 WIB
Presiden Jokowi saat menggelar pertemuan dengan 16 nelayan yang merupakan perwakilan nelayan Jawa Tengah. (Dok Kepresidenan)
Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah dan nelayan terus berupaya mencari solusi dari pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang.
 
Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat menggelar pertemuan dengan 16 nelayan yang merupakan perwakilan nelayan Jawa Tengah yang berasal dari Tegal, Batang, Pati, dan Rembang. Pertemuan tersebut dihelat di rumah makan Sate Batibul Bang Awi, Kabupaten Tegal, pada Senin, 15 Januari 2018.
 
 
"Kita carikan solusi agar nelayan ini juga bisa melaut dengan baik. Tapi juga dari sisi penggunaan alat-alat yang berdampak tidak baik bagi lingkungan itu juga tidak (merusak),” ujar Jokowi seperti dikutip Selasa (16/1/2018).
 
Dalam pertemuan itu, para nelayan juga mengusulkan agar pemerintah melakukan uji petik yang melibatkan para ahli guna membuktikan apakah cantrang merusak lingkungan atau tidak. Selama uji petik, para nelayan minta penggunaan cantrang dilegalkan dulu.
 
Menanggapi hal ini, Jokowi menyatakan memahami apa yang disampaikan nelayan dalam pertemuan tersebut serta sangat memperhatikan kesejahteraan para nelayan.
 
Tuntutan para nelayan akan dibahas pada Rabu, 17 Januari 2018 bersama para wakil dari nelayan, bupati, serta Menteri Kelautan dan Perikanan di  di Istana Kepresidenan Jakarta.
 
“Nanti hari Rabu, intinya tadi kita sudah bertemu, sudah sama-sama ketemu solusinya. Hanya nanti lebih didetailkan lagi di Jakarta," kata dia.
 
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang juga hadir dalam pertemuan tersebut, mengatakan dirinya telah bertemu Menteri Sekretaris Negara serta Menteri Kelautan dan Perikanan. 
 
“Minggu lalu saya sudah mengajukan dan bertemu dengan Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan) dan Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara) untuk membahas perpanjangan cantrang dan dibantu pembiayaan, serta pelatihan penggunaan alat tangkap baru,” ucap Ganjar.
 
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Bupati Tegal Enthus Susmono, Wakil Wali Kota Tegal Nursholeh, dan Bupati Pati Haryanto.
 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Larangan Cantrang Sebaiknya Gunakan Sistem Zonasi

Nelayan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberikan toleransi soal larangan cantrang yang mulai berlaku 1 Januari 2018 lalu. Sebab, larangan cantrang ini berdampak langsung terhadap mata pencarian nelayan.

Ketua Serikat Nelayan Tradisonal (SNT) Kajidin mengatakan, memang ada nelayan yang mendukung diberlakukannya larangan cantrang ini. Namun, tidak sedikit pula nelayan yang merasa keberatan terkait larangan tersebut.

"Memang di lapangan ada nelayan yang suka dengan dilarangnya cantrang, tetapi ada juga yang keberatan. Ini masalahnya ketika cantrang dilarang, mereka putus pekerjaannya. Artinya, dia mau ngerjain apa? Tidak bisa bekerja," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (14/1/2018).

Cantrang ini banyak digunakan nelayan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, ada juga jenis alat tangkap lain yang sejenis ikut terkena dampak dari kebijakan ini.

"Cantrang biasanya digunakan nelayan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau di Jawa Barat namanya dogol, sebenarnya sama saja jenisnya. Kalau yang di Jawa Tengah dan Jawa Timur itu nelayan menggunakan kapal di atas 30 GT, 60 GT-70 GT bahkan ada yang 100 GT," kata dia.

Kajidin menyatakan, daripada melarang secara total penggunaan cantrang, lebih baik KKP membuat kebijakan zona tangkap antara nelayan cantrang dengan noncantrang. Dengan demikian tidak ada nelayan yang dirugikan dan area tangkap para nelayan ini tidak saling bergesekan.

‎"Harapan kita, pemerintah memberikan toleransi atau zona tangkapan yang diarahkan sehingga mereka tidak terputus pekerjaannya. Kalau nelayan yang menggunakan cantrang dimatikan, mereka mau kerja apa," ia menjelaskan. 

Kajidin menambahkan, ini bukanlah hanya soal juragannya atau pemilik kapal. "Mungkin juragannya kalau kapalnya nganggur bisa dijual, tetapi pekerjanya itu yang ratusan bahkan jutaan orang, termasuk orang-orang yang mengelola hasil tangkapan cantrang," tandas dia.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya