Liputan6.com, Moskow - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menyebut pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini telah memperkeruh kondisi politik dunia.
Dilansir dari laman CNN, pada Selasa (16/1/2018), Lavrov menuturkan di hadapan media bahwa Rusia tengah mempertimbangkan pengajuan sanksi terhadap AS. Hal ini diharapkan dapat segera terwujud sebelum negeri Paman Sam memberlakukan sanksi atas tudingan keterlibatan Rusia pada Pemilu Presiden AS di 2016 lalu.
Baca Juga
Advertisement
Rusia sendiri sejak lama telah membantah tudingan itu dan mengancam akan balik melakukan sanksi keras terhadap AS.
Dalam kesempatan yang sama, Lavrov juga mengkritik pemerintah AS yang telah menggulirkan isu-isu kontroversial di tingkat global, terutama tensi politik dengan Korea Utara (korut) dan Iran.
“Tarik ulur kepentingan AS pada dua negara tersebut semakin memperkeruh peta politik global,” ujar Lavrov tanpa sedkit pun menyebut nama Presiden Donald Trump.
Secara khusus, Lavrov juga mengingatkan pemerintah AS untuk tidak mengubah kesepakatan program nuklir dengan Iran. Ia berpendapat bahwa kesepakatan yang diteken pada 2015 lalu itu telah menunjukkan itikad baik dalam mengontrol proyek nuklir demi kepentingan keamanan global.
“Isu nuklir adalah isu sensitif, bukan hanya untuk segelintir negara, melainkan juga berkaitan dengan perdamaian dunia,” jelas Lavrov.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Donald Trump menanda tangani perintah penangguhan sementara tentang pembahasan sanksi Iran pada Jumat lalu.
Di hari yang sama, Trump juga mengumumkan pemisahan sanksi hukum baru pada 14 individu dan entitas Iran, sebagai tanggapan terkait kerusuhan massal yang terjadi di Teheran pekan lalu.
Hubungan AS dan Rusia Memburuk Sejak 2017
Hubungan antara Moskow dan Washington DC memburuk sejak 2017 lalu. Beberapa investigasi yang dilakukan pihak intelijen AS menunjukkan dugaan keterlibatan Rusia dalam pemilu presiden 2016.
Pemerintah AS pun memperketat sanksinya terhadap Rusia dan menghapus beberapa kompenen hubungan diplomatik dengannya. Sebaliknya, Rusia yang menolak keras tudingan tersebut, mendesak pemerintah AS mengurangi staf diplomatiknya di Moskow.
Saat ditanya apakah dirinya kecewa dengan dilantiknya Trump sebagai Presiden AS, dan kemungkinan harapan agar Hillary Clinton menang, Lavrov hanya tertawa.
“Ini bukanlah tugas seorang diplomat untuk menyesali apa yang sudah terjadi. Tugas kami adalah berbicara fakta, dan memperjuangkan apa yang terbaik untuk hubungan diplomatik Rusia,” tukas Lavrov.
Advertisement