Liputan6.com, Istanbul - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menuduh pemerintah Amerika Serikat (AS) tengah membangun 'pasukan teror' di kawasan perbatasan dengan Suriah.
Dilansir dari laman CNN, komentar terebut dilontarkan oleh Erdogan sehari setelah AS secara terbuka mengakui turut memasok senjata kepada YPG, yakni kelompok militan dari etnis Kurdi.
Baca Juga
Advertisement
YPG sendiri dikenal luas sebagai kelompok yang memiliki peranan cukup besar dalam mengusir ISIS dari bagian utara Suriah, terutama di kota Raqqa yang sarat konflik.
Namun bagi Erdogan, YPG dianggap sebagai tangan kanan Partai Buruh Kurdi (PKK) yang kerap melancarkan aksi teror di beberapa kota besar di Turki. Alasan YPG melancarkan aksi teror adalah untuk menuntut otonomi khusus bagi etnis Kurdi di negara tersebut.
"Ini merupakan kewajiban kita untuk menangkal ancaman dari luar sebelum benar-benar muncul dan merusak ketahanan nasional," tegas Erdogan di depan massa saat peresmian Kazan Soda Electric Company, Senin, 15 Januari 2018.
Di kesempatan yang sama, Erdogan juga mengingatkan tentang kemungkinan campur tangan lebih AS dalam upaya YPG menuntut otonomi khusus kepada Turki.
"Ketika ancaman kepada mereka (pasukan YPG) menguat, kemungkinan besar kendali militer akan diserahkan ke tentara AS," jelas Erdogan seraya mengingatkan bahwa tidak perlu ada campur tangan luar dalam urusan dalam negeri Turki.
Pasukan Koalisi Libatkan Pasukan Kurdi di Suriah
Pada hari Minggu, 14 Januari 2018, juru bicara operasi Inherent Resolve untuk pemberantasan ISIS, Kolonel Ryan Dillon, menyebut dalam pernyataan resmi bahwa pasukan koalisi tengah bekerja sama dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) untuk membentuk serta menjalankan Pasukan Keamanan Perbatasan Suriah (BSF).
"Saat ini, diperkirakan sebanyak 230 personel menjalani pelatihan di kelas perdana BSF, dan ke depannya diharapkan mampu mencapai jumlah pasukan sebanyak 30.000 personel," jelas Dillon.
Sementara itu, tentara koalisi berencana menempatkan lebih banyak personel dari etnis Kurdi di area utara Suriah. Sedangkan di bagian selatan yang berbatasan dengan Irak, lebih diutamakan pasukan Arab untuk berjaga di lembah-lembah sekitar aliran sungai Eufrat.
"Kami merancang penyebaran pasukan ini dengan tujuan agar keterikatan dengan kampung halaman tetap terjaga, sehingga tugas pengamanan pun diharapkan berjalan maksimal," lanjut Dillon.
Sebagaimana diketahui, kawasan perbatasan utara dan selatan Suriah kerap menjadi daerah konflik terbesar dengan ISIS.
Adapun pembagian distribusi pasukan berdasar etnis didasarkan pada alasan etnisitas. Dalam hal ini, penempatan pasukan Kurdi di utara Suriah berkaitan erat dengan nilai historisnya sebagai kampung halaman etnis terkait.
Sedangkan penempatan personel Arab di lembah sungai Eufrat, menurut Dillon, lebih ditujukan sebagai efisiensi dalam distribusi pasukan.
Advertisement