Polemik Mati Suri Becak di Ibu Kota

Anies akan kembali membolehkan becak beroperasi di Jakarta. Wacana tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

oleh Anendya Niervana diperbarui 17 Jan 2018, 12:03 WIB
Aktifitas becak di kawasan Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (16/1). Keberadaan becak  aktifitasnya kucing-kucingan dengan petugas satpol PP ini akan dilegalkan operesionalnya oleh Gubernur Anies Baswedan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Aktifitas becak di kawasan Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (16/1). Keberadaan becak aktifitasnya kucing-kucingan dengan petugas satpol PP ini akan dilegalkan operesionalnya oleh Gubernur Anies Baswedan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana kembali mengizinkan moda transportasi becak beroperasi di Ibu Kota. Kebijakan itu dinilai bisa memberikan keadilan bagi semua warga.

Menurut Anies, pengemudi becak maupun masyarakat yang membutuhkan becak sama-sama diuntungkan.

Namun, Anies menegaskan bahwa becak hanya akan beroperasi di jalanan perkampungan. Oleh karena itu, ia yakin pergub baru yang akan dibuatnya untuk mengatur ketentuan becak ini tidak akan menabrak Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Ia pun memastikan tidak akan mencabut perda tersebut.

Peneliti Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mempermasalahkan rencana Anies yang akan kembali menghidupkan becak di Ibu Kota. Deddy menilai jalanan kampung di Jakarta tidak lagi mampu menampung becak.

“Apa pun alasannya, itu di jalan kampung juga menjadi masalah. Kampung kan jalan-jalannya sempit. Terus becak itu ukurannya berapa?” ujar Deddy kepada Liputan6.com, pada Selasa, 16 Januari 2018.

Deddy meragukan jalanan kampung di Jakarta yang terkenal sempit bisa memuat becak. Menurut Deddy tidak ada lagi ruang gerak bebas untuk becak di jalanan kampung.

“Kampung aja sekarang banyak orang nggak punya garasi mobilnya parkir di luar. Itu pun enggak ada solusinya. Sekarang mau dilewatin becak. Becak at least lebarnya 1,2 meter itu paling tipis sehingga membutuhkan ruang sekitar 1,5 meter untuk ruang gerak bebas. Jalan kampungnya selebar apa?” papar Deddy.


Jalan Dulu ke Kampung DKI

Aktifitas becak di Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (16/1). Anies beralasan dengan beroperasinya becak, keadilan peluang ekonomi kembali didapatkan warga yang tersingkir karena kebijakan larangan operasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Deddy juga khawatir jalanan protokol maupun umum di Jakarta akan berdampak kemacetan apabila kebijakan ini diresmikan. “Jalan-jalan tikus aja macetnya sudah seperti itu mau ditambah becak. Saya pikir Pak Anies silakan jalan-jalan dulu deh ke kampung-kampung DKI,” tantang Deddy.

Selain itu Deddy juga mempertanyakan bagaimana ketentuan pajak yang akan diterapkan pada becak kelak. Deddy berpandangan pajak becak akan menimbulkan polemik baru baik pro maupun kontra.

“Kecuali becak juga bayar pajak. Becak bayar enggak tuh pajak? Sementara kita yang bayar pajak tersendat oleh becak. Apakah itu adil kalau kita yang bayar pajak?” sesal Deddy.

Ia menilai beroperasinya lagi becak menjadi kemunduran besar di era transportasi saat ini. Becak dianggapnya tidak mampu bersaing di zaman transportasi yang modern.

“Kita sukanya transportasi yang cepat, integrasi transportasi, transportasi online, integrasi tiket. Sekarang udah model sistem online, taksi online, ojek online, sekarang udah eranya MRT, LRT, BRT, lalu becak buat apa?” tutur Deddy.

Pandangan berbeda disampaikan pengamat transportasi Azas Nainggolan. Dia menyetujui rencana Anies untuk menghidupkan becak di jalanan kampung ibu kota. Menurut dia, becak adalah alternatif transportasi yang bisa dipilih masyarakat jika ingin berkendara dalam jarak tempuh singkat.

“Ya karena selama ini untuk angkutan ibu-ibu ke pasar itu kan naik ojek pangkalan. Ya terus juga cuma naik odong-odong. Kalau jangka pendek orang-orang lebih bagus naik becak kan. Naik becak itu kan bisa bawa barang banyak ibu-ibu dari pasar kan,” ujar Azas kepada Liputan6.com.

Azas juga yakin jalan perkampungan masih mampu menampung lalu lintas becak. Namun, Ketua Forum Warga Kota Jakarta ini menegaskan bahwa pergub baru yang akan dibuat Anies harus diikuti konsep pengoperasian becak yang jelas sehingga tidak menimbulkan perdebatan di kemudian hari.

“Asalkan regulasinya dibuat benar terus itu diatur betul tempatnya di mana, jumlahnya berapa. Gitu lo, diawasi pengoperasiannya supaya enggak semrawut,” pesan Azas.


Di mana Beroperasi?

Aktifitas becak di Kampung Bahari, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (16/1). Anies beralasan dengan beroperasinya becak, keadilan peluang ekonomi kembali didapatkan warga yang tersingkir karena kebijakan larangan operasional. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga sebelumnya menyampaikan, bahwa transportasi becak bisa digunakan untuk menunjang pariwisata di Jakarta. Rencana tersebut saat ini masih dikaji oleh Pemprov DKI.

Atas wacana itu, Deddy mengaku setuju jika becak beroperasi di tempat wisata. Menurut dia, negara-negara lain juga telah menerapkan regulasi yang sama untuk pengoperasian becak sebagai angkutan wisata.

"Kawasan Kota Tua, Ancol, Monas, Ragunan, dan Taman Mini yang bisa menjadi tempat wisata percontohan," ujar Deddy.

Hal senada disampaikan Azas. Dia menilai becak dapat dijadikan moda transportasi untuk memikat para wisatawan. Kondisi itu pun terlihat di sejumlah negara.

“Di Amsterdam itu becak buat keliling wisata, kan itu becaknya diimpor dari Indonesia lagi. Di Amerika juga ada kok, itu di Washington DC. Becak ya di depan Capital Washington DC itu pada ngetem di situ,” papar Azas.

Azas juga menyebut bahwa Singapura dan Malaysia menerapkan konsep yang sama. Kendati demikian, Azas juga menuntut regulasi yang jelas apabila becak beroperasi menjadi angkutan wisata.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya