Kalah Bersaing, Bekantan di Kebun Binatang Surabaya Kabur

Populasi bekantan di Kebun Binatang Surabaya kini mencapai 50 ekor.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 17 Jan 2018, 10:00 WIB
Bekantan Kebun Binatang Surabaya Kabur. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Seekor satwa jenis bekantan koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS), keluar dari kandangnya. Satwa dari KBS itu terpisah dari kelompoknya sehingga keluar di alam bebas.

Humas PDTS KBS, Laily Widya Arishandi mengatakan, bekantan yang terlepas dari exhibit di Pulau Bekantan KBS sudah dikembalikan ke tempat asalnya dengan menggiringnya. Bekantan yang berjumlah satu ekor tersebut sudah berada dalam kondisi aman.

"Memang sempat keluar area KBS, namun tim KBS langsung sigap untuk mengembalikan bekantan kembali ke exhibit. Exhibit Bekantan yang berada di Pulau Bekantan didesain dengan model open range,” tuturnya, Selasa, 16 Januari 2018.

Laily mengakui model kandang terbuka ini open range berisiko keluarnya satwa dari kandang. Sebagai contoh, kasus bekantan kabur ini. Apalagi, polah bekantan yang berkelompok dan sering berpindah-pindah.

Dia memperkirakan bekantan yang kabur itu karena dia terpisah dari kelompoknya karena kalah kompetisi atau persaingan wilayah.

"Dalam kelompok bekantan, kerap terjadi persaingan teritori, tetapi terpisahnya ini hanya berada di area Pulau Bekantan," katanya.

Hingga saat ini, populasi bekantan di KBS mencapai 50 ekor. Bekantan merupakan satwa endemik di hutan bakau, rawa, dan hutan pantai di Pulau Kalimantan. Spesies itu menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 30 ekor.


Aneh, Bekantan Kini Lebih Suka di Tanah Ketimbang di Pohon

Bekantan Kebun Binatang Surabaya Kabur. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Tingkah bekantan memang menarik untuk diamati. Salah satu satwa endemik Pulau Borneo itu justru mengalami perubahan perilaku yang signifikan akhir-akhir ini. Primata dengan nama latin Narsalis larvatus itu mulai suka berinteraksi di permukaan tanah ketimbang di pohon.

Koordinator tim Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (ECOSITROP), Yaya Rayadin mengatakan, perubahan perilaku itu sudah menjadi perhatian para peneliti sejak 2013 silam.

"Mereka lebih suka menapaki tanah," ujarnya, Kamis, 23 November 2017.

Yayan menambahkan, interaksi di tanah sebelumnya hanya dilakukan di kawasan rivarian (kanan kiri sungai) dan mangrove saja. Kini, para bekantan lebih sering terekam di kawasan perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan kawasan reklamasi tambang.

 


Habitat Bekantan Terancam

Bekantan mempunyai wajah khas berwarna biru ketika masih bayi (Foto: Wildlife Reserves Singapore)

Ancaman itu berarti, ada habitat bekantan yang tereksploitasi. Habitat bekantan semakin berkurang karena adanya pembangunan di sekitar wilayah rivarian yang selama ini menjadi habitat utama Bekantan.

Dari kondisi itu, ECOSITROP menegaskan perlunya membangun koridor satwa agar dapat memudahkan pergerakan bekantan dari kawasan yang sudah terganggu. Serta melindungi habitat bekantan baik yang berada di kawasan mangrove maupun yang berada di wilayah rivarian.

"Selanjutnya, sosialisasi kepada para pihak dalam rangka perlindungan bekantan maupun kawasan yang menjadi habitat bekantan sangat penting dilakukan," ujar Yaya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya