Liputan6.com, Caracas - Dalam pidato kenegaraan tahunan Venezuela, Presiden Nicolas Maduro mengumumkan pemberian insentif bulanan sebesar 700 ribu bolivar kepada setiap ibu hamil dan menyusui. Selain itu, ketika seorang ibu melahirkan, pemerintah akan menambah insentif hingga 1 juta bolivar.
Dilansir dari laman CNN, Senin (15/1/2018), jika dikonversi ke mata uang dolar AS, kedua nilai insentif tersebut masing-masing sebesar 3,83 dolar AS (sekitar Rp 51.000) dan 5,48 dolar AS (sekitar Rp 73.000).
Baca Juga
Advertisement
Presiden Maduro sendiri tidak menjelaskan alasan di balik pemberian insentif tersebut. Namun, banyak pengamat politik setempat mengatakan hal itu berkaitan erat dengan kian memburuknya kondisi ekonomi Venezuela.
"Akses kesehatan di beberapa tempat masih buruk, dan kemungkinan insentif merupakan cara untuk menutupi kebobrokan itu," jelas Alejandro Saleas, pengamat politik dari Central University of Venezuela.
Kebijakan yang terkesan tiba-tiba ini bukan kali pertama dilakukan oleh Presiden Maduro. Dalam jangka tiga tahun terakhir, para buruh di Venezuela mendapat kenaikan upah minimum sebanyak dua kali dengan besaran masing-masing 7 persen dan 11 persen.
Pada November 2017, Presiden Maduro tiba-tiba memberi hadiah uang tunai kepada 4 juta keluarga miskin sebesar masing-masing Rp 160.000.
Venezuela Kesulitan Keluar dari Kondisi Hiperinflasi
Kondisi hiperinflasi yang terjadi di Venezuela membuat Presiden Maduro melakukan berbagai kebijakan tidak biasa untuk mengendalikan harga.
Awal Januari ini, Presiden Maduro meminta seluruh toserba swasta untuk memangkas harga produk pangan. Namun, hal itu justru membuat bingung produsen dan distributor dalam menentukan harga. Akibatnya, konsumen justru merasa kebijakan terkait kian menyulitkan mereka dalam mengatur pengeluaran harian.
Saat ini, Venezuela tengah menghadapi sanksi ekonomi dari AS dan beberapa negara sekutunya. Kondisi tersebut membuat Venezuela mengalami kelangkaan obat-obatan, bahan pangan, dan beberapa komoditas penting lainnya.
Menurut Steve Hanke, Guru Besar Ilmu Ekonomi Terapan dari John Hopkins University, Venezuela tengah menghadapi hiperinflasi hingga 4.000 persen dalam lima tahun terakhir. Kondisi tersebut disebabkan tidak tepatnya penerapan kebijakan pemerintah, dan mengakibatkan eksekusi kebijakan terkait tidak berlanjut.
Selain itu, Venezuela juga belum terlepas dari jeratan korupsi yang terus mengerogoti pemerintahannya sejak puluhan tahun lalu.
"Kekayaan sumber migas tidak cukup membantu Venezuela keluar dari lingkaran setan. Apalagi saat ini, sanksi internasional di bidang ekonomi masih berlaku, sehingga membuatnya hampir tidak ada harapan untuk bangkit," jelas Steve Hanke.
Advertisement