Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) tentang pelarangan alat tangkap cantrang yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) KP nomor 2/2015 terus menuai kontroversi. Para nelayan berpendapat bahwa larangan itu telah membatasi gerak mereka dalam mencari nafkah.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Rasmijan mengatakan, semenjak ada peraturan tersebut, pihak nelayan terus berupaya berunjuk rasa agar larangan itu dicabut.
"Awalnya kan permen 2015 itu, kita demo, ada masa transisi tuh satu tahun. Tapi setelahnya pas 2016 keluar lagi Permen KP nomor 71/2016 yang melarang penggunaan 21 alat tangkap, ya kita terus lawan," ucapnya kepada Liputan6.com ketika ditemui di sela-sela unjuk rasa yang diselenggarakan Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) di Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
"Setelahnya kebijakan tersebut direvisi dua kali setiap 6 bulan, dan terakhir KKP mengeluarkan lagi peraturan seputar masa transisi 21 alat tangkap ikan yang batasan penggunaannya sampai 31 Desember 2017. Tapi yang protes kebijakan (Menteri KP) Susi itu baru orang-orang cantrang aja," tambah dia.
Rasmijan juga mengungkapkan, KKP memang sudah memberikan mereka alat tangkap gillnet sebagai pengganti cantrang, namun begitu itu tidak berarti apa-apa buat nelayan.
"Gillnet itu kan daya tampungnya di bawah 10 gt (gros ton), dan itu tidak cocok di Laut Jawa. Kita tidak dapet untung, malah yang ada rugi. Jadinya banyak malah jual gillnet itu," keluhnya.
Dia menuturkan, dirinya beserta dua orang lainnya akan menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini untuk mendesak cantrang dilegalkan kembali.
"Saya beserta dua kawan akan bertemu dengan Jokowi jam setengah 2 (siang) nanti. Kita akan meminta beliau menandatangani pengesahan penggunaan cantrang," ungkap Rasmijan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jokowi: Pemerintah Akan Cari Solusi dari Pelarangan Cantrang
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah dan nelayan terus berupaya mencari solusi dari pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang.
Hal tersebut diungkapkan Jokowi saat menggelar pertemuan dengan 16 nelayan yang merupakan perwakilan nelayan Jawa Tengah yang berasal dari Tegal, Batang, Pati, dan Rembang. Pertemuan tersebut dihelat di rumah makan Sate Batibul Bang Awi, Kabupaten Tegal, pada Senin, 15 Januari 2018.
"Kita carikan solusi agar nelayan ini juga bisa melaut dengan baik. Tapi juga dari sisi penggunaan alat-alat yang berdampak tidak baik bagi lingkungan itu juga tidak (merusak),” ujar Jokowi seperti dikutip Selasa (16/1/2018).
Dalam pertemuan itu, para nelayan juga mengusulkan agar pemerintah melakukan uji petik yang melibatkan para ahli guna membuktikan apakah cantrang merusak lingkungan atau tidak.
Selama uji petik, para nelayan minta penggunaan cantrang dilegalkan dulu.
Menanggapi hal ini, Jokowi menyatakan memahami apa yang disampaikan nelayan dalam pertemuan tersebut serta sangat memperhatikan kesejahteraan para nelayan.
Tuntutan para nelayan akan dibahas pada Rabu, 17 Januari 2018 bersama para wakil dari nelayan, bupati, serta Menteri Kelautan dan Perikanan di di Istana Kepresidenan Jakarta.
Advertisement
Tak Ada Tawar-Menawar
Untuk diketahui, Sekretaris Jenderal KKP Rifky Effendi Hardijanto mengatakan, mulai 1 Januari 2018, tidak ada lagi tawar-menawar soal larangan penggunaan cantrang untuk menangkap ikan.
"Cantrang selesai sudah, tidak perlu dibahas lagi. Pada 1 Januari 2018 pelarangannya diterapkan, jadi artinya cantrang tidak boleh beroperasi di Indonesia," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Minggu (17/12/2017).
Dia menjelaskan, meskipun masih ada yang keberatan dan melayangkan protes terhadap kebijakan tersebut, kebijakan ini harus tetap berlaku.
"Ya protes kan bisa saja, tapi kan kita bikin aturan harus ditaati, harus diikuti oleh rakyat. Kalau tidak ada yang setuju kan biasa, tetap saja harus ditaati. Negara kalau tidak ada aturannya ya mau bagaimana," kata dia.
Rifky mengakui, memang masih ada nelayan yang belum memiliki alat tangkap lain sebagai pengganti cantrang. Namun, KKP akan terus memberikan solusi bagi nelayan agar tetap bisa mencari ikan.
"Ya, kalau ada 1-2 case nanti kita selesaikan case by case. Pasti ada yang belum selesai, tapi kan tidak signifikan," ucap dia.