Liputan6.com, Toronto - Para ilmuwan tengah mengembangkan sebuah metode untuk mengubah karbon dioksida menjadi material plastik. Secara khusus, penelitian ini juga bertujuan untuk mencegah persebaran salah satu penyebab utama pemanasan global tersebut ke atmosfer.
Dilansir dari laman Independent.co.uk pada Rabu (17/1/2018), upaya ilmiah terkait juga dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang selama ini menjadi bahan baku dasar pembuatan material plastik.
Baca Juga
Advertisement
Gabungan peneliti dari University of Toronto, University of California Berkeley, dan lembaga Canadian Light Source mengklaim telah berhasil menciptakan kondisi ideal untuk pengubahan karbon dioksida ke ethylene.
Ethylene sendiri digunakan untuk menyusun polythelene, yakni senyawa yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan material plastik. Untuk mendapatkan ethylene, peneliti mengambil titik reaksi kimia tertinggi pada reduksi karbon dioksida. Dalam eksperimen terkait, berbagai jenis metal dapat digunakan sebagai katalisator untuk menciptakan reaksi kimia.
"Kami memilih tembaga sebagai katalisator karena mampu mengubah ke beberapa senyawa kimia, seperti metana, ethylene, dan etanol," ujar pimpinan studi terkait, Phil De Luna.
"Disandingkan dengan teknologi 'pemasangan karbon', temuan ini berpotensi mendorong percepatan konversi ke mekanisme produksi energi hijau, sekaligus mengurangi ancaman kerusakan yang disebabkan oleh fenomena efek rumah kaca," lanjutnya.
Kota Montreal Sepenuhnya Larang Penggunaan Kantong Plastik
Isu tentang efisiensi penggunaan plastik turut menjadi perhatian banyak warga dunia, tidak terkecuali pemerintah Kota Montreal, Kanada. Ibu kota Provinsi Quebec itu akan menjadi kota pertama di kawasan Amerika Utara yang menerapkan larangan penuh penggunaan kantong plastik.
Larangan penggunaan kantong plastik di Montreal tidak hanya berlaku pada kantong plastik biasa, tapi juga pada penggunaan plastik biodegradable atau plastik bersifat organik. Parenteau beralasan bahwa seramah lingkungan apa pun plastik, tetap saja butuh waktu lama untuk bisa terurai oleh tanah.
"Kami mengharapkan masyarakat segera beralih ke penggunaan tas nonplastik dalam kegiatan sehari-hari," ujarnya penuh harap.
Montreal mengikuti kebijakan beberapa kota besar dunia yang telah lebih dulu menetapkan aturan ketat tentang penggunaan kantong plastik. Namun, untuk benar-benar "melenyapkan" pemakaian kantong plastik, Montreal adalah pelopornya.
Tidak tanggung-tanggung, pemeritah setempat akan menerapkan denda senilai Rp 2 juta hingga Rp 10 juta kepada konsumen atau retailer yang kedapatan masih menggunakan kantong plastik. Denda tersebut akan bertambah persentasenya jika seseorang kedapatan mengulangi kesalahan yang sama
Advertisement