Liputan6.com, Bombana - Pernikahan dini seorang remaja putri berusia 14 tahun membuat heboh warganet di Sulawesi Tenggara, Rabu, 10 Januari 2018. Fika Alvira (14) dinikahi seorang remaja bernama Saimul (19) dengan mahar Rp 127 juta.
Informasi dari warganet, Fika Alvira diketahui hanya tamatan sekolah dasar (SD). Setelah dinikahkan pada pekan lalu, Fika Alvira putus sekolah tahun ini saat menduduki bangku kelas II sekolah menengah pertama (SMP).
Pernikahan mereka terjadi di Desa Kalibaru, Kecamatan Poleang Selatan, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Pernikahan dini ini dihadiri sekitar 100 lebih anggota keluarga mempelai pria.
Baca Juga
Advertisement
Informasi dari keluarga, kedua pengantin ini dijodohkan kedua orangtuanya. Orangtua kedua pengantin yang berdomisili di wilayah Sulawesi Selatan diketahui masih memiliki hubungan kekerabatan.
"Orangtua mereka katanya sudah saling mengenal. Jadi, orangtua laki-laki langsung datang melamar di rumah orangtua perempuan," ucap Amir, salah satu tetangga pengantin muda itu, Rabu, 17 Januari 2018.
Kedua pengantin, diketahui melangsungkan pernikahan di rumah keluarga pengantin wanita di Bombana. Sebab, baik orangtua perempuan dan laki-laki, berada di Sulawesi Selatan.
"Kita kebetulan sempat foto pengantin, kata keluarga memang pasangan ini saling mengenal di Kabupaten Bombana," ujar fotografer yang mengabadikan pernikahan pasangan muda itu, Aphy Aqila, Rabu, 17 Januari 2018.
Dari komentar sejumlah warganet terhadap pernikahan dini tersebut, orangtua pengantin perempuan diketahui mengelola koperasi di Sulawesi Selatan. Sedangkan orangtua laki-laki hanya pekerja biasa yang tidak hidup dalam kemewahan.
Awalnya Tak Mampu Bayar Mahar
Pernikahan Fika Alvira dan Saimul sudah menarik perhatian ribuan warganet. Kabar pernikahan keduanya pertama kali diunggah salah seorang warganet bernama Aprielia Nelhyapriliani pada Minggu, 14 Januari 2018, pukul 23.36 Wita.
Unggahan ini sudah dibagikan sebanyak 2.273 kali. Hingga Rabu, 17 Januari 2018, sudah dikomentari 228 kali. Komentar warganet kebanyakan antara percaya dan tidak percaya terkait pernikahan dini ini.
Dari seorang warganet bernama Bang Zhull, awalnya, pengantin pria dikira tak sanggup membayar mahar. Informasi ini, menurut Bang Zhull juga didengarnya dari cerita sejumlah tetangga dan kerabat pengantin.
"Dengar-dengar sih waktu itu pihak si cowok tujuannya mau melamar, terus orangtua si cewek minta uang panai (mahar) Rp 127 juta. Fikiran orang tua si cewe, orang tua laki tidak sanggup dengan mahar 127 juta ternyata orang tua laki-laki sanggup," tulis Bang Zhull dalam komentarnya.
Advertisement
Penambang Bitcoin?
Ada komentar mengejutkan dari salah seorang warganet dengan akun Muhammad Firmansyah Knight. Ia menduga keluarga pengantin laki-laki menambang uang virtual Bitcoin.
Muhammad Firmansyah heran. Ia mempertanyakan seorang pemuda sederhana dapat mengumpulkan uang mahar Rp 127 juta dalam waktu yang cepat.
"Lalu apa dasarnya bisa pay (membayar) Rp 127 juta? Apa dia penambang BTC (bitcoin)?" tanya Muhammad Firmansyah.
"Sepertinya emang punya bisnis atau penambang BTC nih," tambah Firmansyah.
Cegah Pernikahan Anak, Menteri PPA Akan Revisi UU Perkawinan
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan mengajukan revisi Undang-Undang Perkawinan untuk melindungi anak dari perkawinan dini.
"Rencana kami revisi Undang-Undang Perkawinan yang menghendaki anak perempuan 16 tahun sudah menikah akan kami angkat menjadi 18 tahun atau mungkin 20 tahun atau 21 tahun," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungi Anak Yohana Yembise, Sabtu, 2 Desember 2017, dilansir Antara.
Yohana mengatakan hal tersebut usai menghadiri kampanye "Berlian" atau "Bersama Lindungi Anak" di Kota Magelang, Jawa Tengah. "Hal ini masih kami buka ke publik untuk mendapatkan masukan dan banyak masukan kepada saya, baik yang pro maupun kontra," katanya.
Kalau banyak yang pro akan dilakukan revisi UU Perkawinan atau membuat perpu untuk melindungi anak-anak. "Nanti saya lihat kalau persentasenya lebih banyak daripada kontra, saya akan revisi UU atau membuat perpu untuk melindungi anak-anak," kata Yohana.
BKKBN dan Kementerian Kesehatan pun lebih setuju usia perkawinan untuk perempuan minimal usia 20 atau 21 tahun. Ia menjelaskan, banyak kelemahan pernikahan dini karena reproduksi anak belum siap. Selain itu, kematian di kalangan anak-anak cukup tinggi yang belum siap untuk melahirkan.
"Anak-anak yang masih sekolah kemudian dikawinkan sehingga mereka harus keluar dari sekolah, padahal sampai 18 tahun itu anak-anak harus sekolah. Oleh karena itu, hak anak usia 0 sampai dengan 18 tahun untuk bersekolah bermain, berkreatif," katanya.
Menurut dia, yang dewasa menikah saja bermasalah, apalagi anak muda yang belum siap menikah. "Saya pikir mereka itu adalah korban dari cara pengasuhan orangtuanya," Yohanna menekankan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement