Jelang Rili Data Persediaan AS, Harga Minyak Melonjak

Harga minyak Brent mencapai level tertinggi di US$ 70,37 per barel pada perdagangan Senin.

oleh Arthur Gideon diperbarui 18 Jan 2018, 06:01 WIB
Harga minyak dunia kembali tertekan seiring permintaan melambat, sedangkan produksi minyak melimpah dan kekhawatiran ekonomi global.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak ditutup di zona positif pada perdagangan Rabu (Kamis pagi waktu Jakarta) mejelang rilis data minyak AS yang diperkirakan akan menunjukkan penurunan mingguan berturut-turut persediaan minyak mentah.

Mengutip Reuters, Kamis (18/1/2018), harga minyak Brent berjangka naik 22 sen ke level US$ 69,38 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga naik 24 sen menjadi US$ 63,97 per barel.

Kedua kontrak minyak tersebut naik ke tingkat tertinggi sejk Desember 2014 pada pekan ini dan Brent mencapai level tertinggi di US$ 70,37 per barel pada perdagangan Senin kemarin dan WTI mencapai level tertinggi di US$ 64,89 per barel pada Selasa.

Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters, persediaan minyak mentah AS diperkriakan turun 3,5 juta barel ada pekan yang berakhir pada 12 Januari.

Laporan dari American Petroleum Institute (API) akan keluar pada malam ini dan kemudian akan diikuti oleh laporan dari U.S. Energy Information Administration (EIA).

Keduanya ditunda satu hari karena libur Martin Luther King Jr Day.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Harga Terlalu Tinggi

(foto:xinhua)

Dalam sebuah catatan pada selasa kemarin, Morgan Stanley mengatakan bahwa harga minyak Brent bisa menyentuh US$ 75 per barel pada kuartal ketiga 2018. Sementara minyak mentah AS bisa mencapai US$ 70 per barel.

Morgan Stanley memperkirakan ada arus dari pelaku pasar untuk menjaga kenaikan harga meskipun harga turun di tahun ini.

Pada pelaku pasar telah memasang posisi bullish di perdagangan berjangka dan opsi minyak mentah WTI dan sehingga mampu terus menembus rekor.

Kepala riset komoditas Julius Baer,Norbert Ruecker, mengatakan bahwa ekspektasi pelaku pasar untuk kenaikan harga lebih lanjut telah mencapai tingkat yang berlebihan. "Ini bisa mengancam harga," jelas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya