Belasan Ibu Hamil di Kaltara Positif HIV/AIDS

Kasus pengidap positif HIV/AIDS terbanyak berada di Kota Tarakan.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Jan 2018, 14:31 WIB
Banyak orang yang tidak tahu informasi soal HIV/AIDS

Liputan6.com, Nunukan - Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Utara menemukan belasan ibu hamil positif mengidap penyakit HIV/AIDS pada 2017.

"Ada 12 ibu hamil di Kaltara ini positif mengidap HIV/AIDS pada 2017," ungkap Agus, Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Kaltara melalui sambungan telepon dari Nunukan, Rabu, 17 Januari 2018, dilansir Antara.

Pada 2017, 173 kasus penderita penyakit HIV/AIDS di Provinsi Kaltara masing-masing 65 orang menderita penyakit AIDS dan 108 orang penderita HIV, di dalamnya termasuk ke-12 ibu hamil itu.

Pengidap penyakit yang belum ditemukan obatnya itu tersebar di seluruh kabupaten/kota. Namun, jumlah terbanyak di Kota Tarakan dengan 95 kasus, terdiri dari 57 penderita HIV dan 38 penderita AIDS.

Mengantisipasi penyebaran atau penularan penyakit mematikan ini, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara telah melakukan strategi pencegahan dengan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya wanita dan pria penjaja seks.

Ia juga mengklaim telah meningkatkan kemitraan dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dalam memaksimalkan upaya-upaya pencegahan melalui sosialisasi tersebut.

Penyakit HIV/AIDS ini sangat rentan dialami masyarakat yang senang menjajakan seks sebagaimana saat ini sedang santer penyuka sesama jenis.

Kemungkinan masih banyak kasus yang sama belum terungkap. Kasus-kasus tersebut berada di pelosok dan perusahaan-perusahaan. Pasalnya, kelompok berisiko tinggi sering kali menghindari petugas dan tertutup saat diperiksa kesehatannya.

Edy mengharapkan, kelompok berisiko tinggi menderita HIV/AIDS agar rutin memeriksakan diri. Ia juga meminta pemerintah daerah memberikan dukungan dan kerja samanya sebagai salah satu bentuk pencegahan.


Limbah Bekas Pengobatan HIV di TPS

Tim KLHK juga resmi menyegel lokasi tempat pembuangan limbah medis. Foto: (Panji Prayitno/Liputan6.com)

Sebelumnya, limbah medis yang dibuang ke tempat penampungan sementara (TPS) di Cirebon menambah persoalan baru bagi warga setempat. Pasalnya, TPS tersebut berlokasi persis di bantaran sungai.

Dengan kemasan terbuka dan penanganan serampangan, limbah medis yang mengandung kuman dan bibit penyakit bisa menyebarkannya ke mana-mana.

"Kalau air sampah lagi naik dan mengalir ke mana-mana, ini kan sangat bahaya kalau terkontaminasi ke manusia," tutur Ketua Sanggar Lingkungan Hidup (SLH) Cirebon Cecep Supriyatna, Rabu, 6 Desember 2017.

Bukan hanya jarum suntik dan vaksin hepatitis B saja, dari pantauan terbaru, SLH Cirebon juga menemukan beberapa bungkus plastik bekas pengobatan HIV. Dia menyayangkan tindakan pengusaha pihak ketiga dari rumah sakit yang tidak memedulikan kesehatan masyarakat akibat pencemaran limbah medis itu.

"Kami sudah lapor ke Dinas Lingkungan hidup Jawa Barat semoga segera ditindak karena ini sudah pidana," ujar dia.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon menduga praktik penimbunan limbah berisi bahan berbahaya dan beracun (B3) di Desa Panguragan, Kabupaten Cirebon, dilakukan pada malam hari.

Akan tetapi, Dinkes Kabupaten Cirebon belum menelusuri lebih rinci waktu yang pasti saat mengirim limbah medis ke Cirebon.

"Tepatnya hari apa belum dapat info lagi tapi yang pasti ngirimnya malam hari," ujar Kepala Dinkes Kabupaten Cirebon Enny Suhaeni, Kamis (7/12/2017).

Enny mengaku kesulitan memberantas tumpukan limbah medis yang berasal dari sejumlah rumah sakit di luar Cirebon. Selain terstruktur, masyarakat desa setempat seakan minim kesadaran.

Dia mengaku, sebagian masyarakat yang memungut sampah sebagai mata pencaharian mereka. Otomatis, limbah medis pun menjadi bagian dari mata pencaharian mereka.

"Dibenturkannya dengan perut kan tidak nyambung, sementara ini limbah sangat berbahaya," kata dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya