Mendagri: Calon dari TNI-Polri Harus Mundur bila Sudah Ditetapkan

KPU menilai, secara etika, kurang baik bila peserta Pilkada 2018 dari kalangan TNI-Polri kembali ke lembaga setelah tidak lolos.

oleh Ika Defianti diperbarui 18 Jan 2018, 15:34 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) bersama ketua Bawaslu, Abhan (kiri) saat menyambangi kantor Bawaslu di Jakarta, Selasa (9/1). Menurut Tjahjo, pihaknya dapat terlibat dalam pengawasan pelaksanaan Pilkada tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan, calon kepala daerah dari anggota Polri atau TNI harus mengundurkan diri saat ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon peserta Pilkada 2018. Tjahjo menyebut hal itu sudah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 soal Pilkada.

"Kalau di UU harus berhenti, tapi setelah ditetapkan sebagai calon di Pilkada," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/1/2018).

Dia menjelaskan, sebelum penetapan sah oleh KPU, peserta pilkada dari kalangan tersebut masih bersifat definitif, sehingga calon tersebut masih dapat kembali ke lembaganya.

"Misalnya saya jenderal daftar ke KPU, tahu-tahu ditolak KPU. Berarti saya belum sah sebagai calon," ujar dia.

Namun, ujar dia, bila bakal calon tersebut terpilih sebagai calon, ia harus mengundurkan diri dari jabatannya di TNI-Polri. "Kalau ditetapkan KPU, iya dia harus mundur," jelas Tjahjo.

 


Etika Kurang Baik

Ilustrasi Pilkada Serentak

Komisioner KPU, Ilham Saputra juga mengatakan, selama menjalankan tes sebagai calon kepala daerah, anggota Polri atau TNI masih berstatus definitif anggota.

Jadi, saat dinyatakan gagal sebagai calon dan mereka ingin kembali ke institusinya, itu merupakan kebijakan masing-masing tempat.

"Secara etika itu kurang baik, tapi kalau mau bikin lagi jangan ke jabatan strategis. Itu terserah institusi masing-masing juga," jelas Ilham.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya