Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan, tidak ada perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium dan Solar bersubsidi sampai 31 Maret 2018, meski harga minyak dunia terus merangkak naik.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, sesuai dengan ketetapan pemerintah, harga Premium dan Solar bersubsidi saat ini berlaku untuk 1 Januari 2018 sampai 31 Maret 2018.
Advertisement
"Harga BBM kan seperti yang saya bilang, sampai 31 Maret," kata Ego, di Gedung DPR Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Menurut Ego, pemerintah terus mencermati pergerakan harga minyak dunia, untuk menentukan harga Premium dan Solar bersubsidi pada periode berikutnya. Selain itu juga mengkaji formula harga dan efisiensi yang bisa dilakukan.
"Sebenarnya Ditjen Migas bersama Pertamina dua minggu sekali, mengevaluasi harga minyak dalam menentukan kebijakan 1 April apakah berubah atau harga lama," tutur Ego.
Ego melanjutkan, keputusan terhadap harga BBM pada periode berikutnya tidak hanya mempertimbangkan pergerakan harga minyak, tetapi juga mempertimbangkan berbagai macam pertimbangan.
"Sekarang sampai menjelang ini kita evaluasi terus. Tapi keputusan itu kan bukan hanya kewenangan Kementerian ESDM. Kita harus lihat segala macam," dia menandaskan.
Harga BBM Subsidi Tak Naik, Pertamina Khawatir Ganggu Investasi
PT Pertamina (Persero) khawatir investasi perseroan akan terganggu seiring tak adanya penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar bersubsidi.
Direktur Utama PT Pertamina Elia Massa Manik mengungkapkan, saat ini Pertamina menanggung beban karena harga Premium dan Solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, jauh lebih rendah dari harga pasar.
Baca Juga
Untuk Premium di luar wilayah penugasan ditetapkan Rp 6.450 per liter. Angka ini lebih rendah sekitar Rp 900 per liter dari harga pasar. Sedangkan solar bersubsidi yang ditetapkan Rp 5.150 per liter lebih rendah dari harga pasar Rp 1.550 per liter.
"Kebijakan harga BBM dan pengaruhnya, apabila kita lihat di 2017 harganya masih di rata-rata untuk Premium Rp 6.450, untuk solar Rp 5.150," kata dia saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Menurut Massa, adanya perbedaan harga tersebut akan memengaruhi keuangan perusahaan ke depan. Meski diakui pada tahun ini Pertamina masih mendapat keuntungan, ke depannya keuntungan bisa berkurang.
"Lalu tentu perbedaan harga ini akan mempengaruhi profitabilitas. Ini tentu berdampak ke keuangan Pertamina," dia menjelaskan.
Dia pun mengkhawatirkan, akibat keuntungan yang terpangkas untuk menomboki harga Premium dan Solar bersubsidi dalam jangka panjang, akan membuat rencana investasi untuk mengejar ketertinggalan ketahanan energi akan terganggu.
"Kalau tahun ini kami masih untung, tetapi mungkin nanti ada dampak ke depan apabila Pertamina menjalankan misinya untuk mengejar ketertinggalan kita, yaitu kapasitas investasi kita akan terkena dampaknya," tutup Massa.
Advertisement