Depok- Masalah angka kecukupan gizi dan 1000 kehidupan pertama akan menentukan masa depan anak Indonesia untuk tumbuh dengan cerdas. Syaratnya, kecukupan gizi pada tahap emas terpenuhi dengan baik.
Meski demikian, kualitas kecerdasan anak-anak Indonesia masih tertinggal dari negara-negara lain.
Advertisement
Ahli Gizi Universitas Indonesia (UI), Endang Achadi, menjelaskan data yang ia miliki. Indonesia termasuk di dalam 17 negara, di antara 117 negara yang mempunyai prevalensi tinggi stunting dan overweight pada balita.
Sekitar, 37,2 persen anak stunting dan statistik ini termasuk urutan kelima terbanyak di dunia. Untuk kasus kegemukan, Indonesia berada pada angka 11,9 persen. Indonesia juga termasuk di dalam 47 negara dari 122 negara yang memiliki masalah stunting pada balita.
“Anak yang bergizi baik dan sehat mempunyai otak yang berkembang baik atau otak padat. Sebaliknya, anak yang tidak bergizi baik dan tidak sehat mempunyai otak yang tidak berkembang baik atau otak kurang padat,” ujarnya di Kampus UI Depok, seperti dikutip dari JawaPos, Kamis (18/1/2018)
Simak juga video menarik berikut :
Bagaimana tingkat kompetensi anak Indonesia secara global?
Assessment yang dilakukan pada tahun 2015 oleh OECD PISA (the Organisation for Economic Co-operation and Development-Programme for International Student Assessment), suatu organisasi global bergengsi, mengungkap bahwa Indonesia berada di urutan ke 62 dari 70 negara dengan skor 403.
Analisis ini dilakukan terhadap kompetensi 540.000 pelajar usia 15 tahun dari 70 negara, dalam bidang ilmu pengetahuan atau sains. Sedangkan, posisi Singapura, Vietnam, dan Thailand, berturut-turut : 1, 8, dan 54, dengan skor rata-rata berturut-turut, 556, 525, and 421. Rata-rata semua negara: 493
Lalu, pada penelitian DR. Feri Ahmadi tentang kemampuan kognitif anak pada umur 7-8 tahun, data dari 13 provinsi pada tahun 2000 dan 2007 dengan total responden 492 anak, menunjukkan hampir separuhnya (48,6 persen) mempunyai kemampuan kogntif kurang. Sedangkan, 51,4 persen mempunyai kemampuan kognitif baik.
Bayi umur 0-6 bulan yang pendek dan tetap pendek sampai dengan umur 7-8 tahun berisiko mempunyai kemampuan kognitif kurang sebesar 2,8 kali dibandingkan dengan anak yang mempunyai panjang/tinggi badan normal pada umur 0-6 bulan hingga umur 7-8 tahun.
Mereka yang stunting di usia anak-anak mempunyai kemampuan berpikir abstrak dan menyelesaikan masalah yang lebih rendah.
“Kesimpulannya, Indonesia mempunyai masalah gizi yang sudah dimulai sejak usia dini, tersirat dari tingginya stunting pada balita. Indikator dampak jangka panjang terbukti pada kemampuan kognitif rendah dibanding negara lain dan dampak lainnya,” tutup Endang.
Advertisement