Ada Potensi Peningkatan Produksi, Harga Minyak Tertekan

Harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, turun 7 sen menjadi US$ 69,31 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 19 Jan 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak sedikit turun pada perdagangan Kamis. Pelaku pasar waspada langkah penurunan produksi dari negara-negara anggota organisasi eksportir minyak (OPEC) akan mendorong kenaikan harga sehingga mendorong negara-negara yang tak ikut dalam kesepakatan untuk meningkatkan pasokan.

Mengutip Reuters, Jumat (19/1/2018), harga minyak mentah Brent, yang menjadi patokan global, turun 7 sen menjadi US$ 69,31 per barel. Pada hari Senin kemarin, harga minyak jenis ini menyentuh level US$ 70.37, yang merupakan tertinggi sejak Desember 2014.

Sedangkan untuk harga minyak mentah AS turun 2 sen menjadi US$ 63,95 per barel, setelah mencapai level tertinggi sejak Desember 2014 pada hari Selasa.

Brent telah meningkat dari US$ 61 per barel pada awal Desember menjadi di atas US$ 70 per barel pada pekan ini. Beberapa analis mengatakan bahwa reli tersebut mungkin akan kehabisan tenaga dan nantinya akan ada pembalikan yang cukup besar. 

Harga minyak mampu menyentuh level tertinggi sejak 2014 karena adanya pemotongan pasokan yang dipimpin oleh OPEC dan juga kekhawatiran akan kerusuhan di beberapa negara eksportir seperti Nigeria.

Namun harga minyak yang terus melambung ini dikhawatirkan akan membuat produsen minyak yang tidak bergabung dengan OPEC akan berlomba-lomba meningkatkan produksi sehingga membuat pasokan di pasar kembali terlalu banyak jika dibandingkan dengan permintaan.

"Oleh karena itu keuntungan yang dibukukan sekarang akan lebih terbatas," jelas analis Forex.com, Fawad Razaqzada.

"Produsen minyak sudah pasti akan meningkatkan produksinya beberapa bulan mendatang," lanjut dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Minyak Indonesia Naik 27 Persen di 2017

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Tim Harga Minyak Indonesia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, rata-rata harga minyak Indonesia Indonesian Crude Price (ICP) sepanjang 2017 mencapai US$ 51,19 per barel, atau naik 27 persen dibanding 2016 yang mencapai US$ 40,13 per barel.

Seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Selasa (16/1/2018), ‎rata-rata ICP sepanjang 2017 tersebut berdasarkan hasil perhitungan, pada Desember 2017 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.

Saat itu rata-rata ICP naik sebesar US$ 1,56 per barel menjadi US$ 60,90 per barel dari US$ 59,34 per barel pada November 2017, dan merupakan angka tertinggi sepanjang 2017.

Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat menyampaikan, naiknya harga minyak mentah pada beberapa bulan terakhir merupakan dampak penurunan inventory minyak mentah dan bahan bakar cair lainnya secara global sebesar rata-rata 0,4 juta barel per hari pada 2017.

Setelah tingkat inventory minyak mentah dunia menurun pada 2017, EIA memperkirakan inventory minyak dunia akan naik sebesar 0,2 juta barel per hari pada 2018 dan sebesar 0,3 juta barel per hari pada 2019. Hal tersebut diperkirakan dapat menahan harga minyak dunia pada kisaran US$ 60 per barel.

Kesepakatan OPEC dan Rusia memperpanjang pembatasan produksi hingga akhir 2018, pada general meeting 30 November 2017 lalu di Vienna juga menjadi salah satu pemicu naiknya harga minyak dunia saat ini.

Faktor lain, harga minyak dunia juga dipengaruhi kondisi geopolitik di Timur Tengah yang masih memanas juga meningkatnya permintaan minyak mentah di China yang diikuti peningkatan permintaan minyak solar, minyak tanah, Liquified Petroleum Gas (LPG), minyak bakar dan bensin‎.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya