Liputan6.com, Waycross - Sebuah museum pada umumnya menyimpan benda-benda purbakala atau peninggalan bersejarah lainnya. Akan tetapi, tidak dengan museum satu ini.
Museum Southern Forest World di Waycross, Georgia, justru menyimpan bangkai hewan.
Advertisement
Bukan bangkai biasa tentunya, hewan-hewan mati yang berada di museum itu telah mengalami pengawetan secara alami alias menjadi mumi.
Contohnya, seekor anjing yang mati terjepit di dalam batang pohon ek kastanya (Castanea sativa).
Para pengunjung dibuat takjub oleh fenomena alam tersebut, bagaimana mungkin tubuh si anjing tidak mengalami pembusukan dan tetap utuh? Padahal ia tidak diawetkan seperti kebanyakan mumi pada umumnya.
Seorang antropolog biologi dari University of West Florida, Kristina Killgrove, menjelaskan, kejadian langka itu bisa saja terjadi, karena kayu dari pohon ek kastanya bisa berfungsi seperti peti mati.
Pohon ek diketahui mengandung tanin nabati, yakni suatu senyawa polifenol dengan rasa pahit dan kelat yang bisa menggumpalkan protein atau berbagai senyawa organik lainnya, termasuk asam amino dan alkaloid.
Tanin kerap dimanfaatkan orang untuk mengeringkan (menyamak) kulit hewan agar awet.
Dalam proses penyamakan, tanin bereaksi dengan protein dari tulang hewan. Proses ini akan melindungi kulit dari serangan bakteri yang menghancurkannya.
Di samping itu, penyamakan akan memberi warna tertentu, serta membentuk kepadatan dan kelenturan kulit hewan.
Biasanya ketika seseorang atau hewan mati, mikroba dalam tubuh berkembang biak karena proses biologis. Mikroba mulai menggerogoti tubuh dan mikroorganisme dalam usus juga memulai proses pembusukan.
"Mereka tumbuh, bereproduksi, dan mengambil alih jasad, akibatnya jasad menjadi mengembung dan meluruh lantaran diserang bakteri, jamur, serangga dan hewan lainnya," kata Killgrove, dilansir Newsweek, Jumat (19/1/2018).
Dengan kata lain, saat tanin dari pohon ek kastanya tersebut menyerap kelembapan di sekitar bangkai anjing, maka anjing tak akan mengalami pembusukan.
Juru bicara museum, Bertha Sue Dixon menyebut, pengawetan alami seperti ini juga dipengaruhi oleh posisi dan bentuk pohon. Udara yang bertiup ke atas membantu bangkai anjing tetap utuh.
"Batang ek itu seperti cerobong asap, udara yang mengalir di dalamnya membuat hewan lain sulit untuk mencium bau bangkai," ujar Dixon.
Anjing Diperkirakan Mati Tahun 1960
Melihat hewan yang diawetkan mungkin bukanlah sebuah pemandangan yang istimewa.
Tapi bagaimana jika hewan tersebut terawetkan secara alami?
Fenomena itulah yang ditemukan oleh para penebang kayu yang bekerja untuk The Georgia Kraft Corp. pada tahun 1980-an.
Mereka melihat bangkai seekor anjing pemburu terjebak di rongga pohon ek kastanya yang sedang ditebang mereka.
Anjing tersebut diperkirakan berlari ke lubang pohon pada tahun 1960-an untuk mengejar sesuatu, mungkin mangsanya.
Nahas, rongga pohon terlalu sempit, sehingga membuat anjing malang itu terjepit. Meski anjing itu telah mati dengan mimik wajah memelas, tubuhnya telah terawetkan secara alami.
Melihat fakta ini, para penebang tak lantas membelah pohon yang ditebangnya. Mereka justru membawa batang pohon ke museum Southern Forest World.
Hingga saat ini, anjing tersebut masih dalam posisi dan pose yang sama, seperti saat pertama ia ditemukan.
Advertisement