Bahas Isu Pertahanan, Menhan AS Akan Bertemu Ryamizard di Jakarta

Menhan AS Jim Mattis tengah dalam perjalanan untuk melawat ke Jakarta dalam kurun 22-24 Januari 2018. Mattis dijadwalkan bertemu Menhan RI.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Jan 2018, 11:56 WIB
Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis (AP)

Liputan6.com, Washington, DC - Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis tengah dalam perjalanan untuk melawat ke Indonesia dan Vietnam.

Mattis dijadwalkan berkunjung ke Tanah Air pada 22-24 Januari 2018 untuk bertemu sejumlah pejabat tinggi Indonesia, termasuk Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu. Selepas dari Jakarta, Mattis dijadwalkan akan melawat ke Vietnam.

Seperti dikutip dari VOA News (22/1/2018), lawatan itu berlangsung ketika Pentagon tengah memfokuskan kembali prioritas pada apa yang disebut sebagai upaya untuk menghadapi "persaingan kekuatan besar" dengan China dan Rusia.

Fokus itu menjadi bentuk perubahan besar terhadap prioritas kebijakan pertahanan luar negeri Negeri Paman Sam, yang tahun-tahun terakhir hanya banyak berkutat pada isu terorisme global.

Mengomentari perubahan prioritas tersebut, Mattis mengatakan, "Kami akan terus melanjutkan kampanye melawan teroris yang dilakukan saat ini, tapi persaingan kekuatan besar -- bukan terorisme -- kini menjadi fokus utama keamanan nasional Amerika Serikat."

Persaingan kekuatan besar yang dimaksud Mattis adalah "meningkatnya ancaman" yang dilakukan China dan Rusia. Hal tersebut juga tercantum dalam dokumen Strategi Pertahanan Nasional Kemhan AS yang dirilis beberapa pekan lalu.

Laporan dari Kemhan Amerika Serikat itu juga mengatakan bahwa Tiongkok menggunakan "ekonomi predator" untuk mengintimidasi negara-negara tetangganya, sembari membangun instalasi militer di Laut China Selatan.

 


Isu Laut China Selatan

Citra satelit yang menunjukkan pangkalan militer Tiongkok di Laut China Selatan (sumber:CSIS)

Seperti dikutip dari VOA, isu Laut China Selatan menjadi fokus utama lawatan Mattis ke Asia Tenggara nanti.

Di sisi lain, Indonesia dan Vietnam sedang memodernisasi militer mereka dan menunjukkan kemauan yang lebih besar untuk menolak klaim China terhadap wilayah yang disengketakan itu.

Akan tetapi, lawatan Mattis ini juga bisa memusatkan perhatian pada prioritas-prioritas yang lebih mendesak di kawasan itu, termasuk memberi tekanan yang lebih besar pada Korea Utara dan mengatasi ratusan pejuang ISIS yang kembali dari Iran dan Suriah ke negara-negara asal mereka di Asia Tenggara.

Yang pasti, meskipun prioritas pertahanan jangka panjang mungkin berubah, masalah lama tampaknya tidak akan hilang dari pembahasan tersebut.


Di Tengah 'Shutdown' Pemerintahan AS

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berada di kantor Oval Gedung Putih, Washington, 16 Januari 2018. (AFP PHOTO / NICHOLAS KAMM)

Lawatan Mattis ke Indonesia dan Vietnam terjadi di tengah roda pemerintahan AS yang tengah shutdown alias mandek -- yang dipicu akibat parlemen gagal menghasilkan kesepakatan terkait anggaran operasi negara -- terhitung 19 Januari 2018.

Akibatnya, pemerintahan AS berhenti beroperasi karena tak ada anggaran -- terkecuali lembaga vital negara seperti kesehatan dan pendidikan.

Salah satu lembaga pemerintah yang terdampak dari shutdown itu adalah Kementerian Pertahanan AS.

Sebelum memulai perjalanannya untuk melawat ke Indonesia dan Vietnam, Mattis mengatakan bahwa shutdown itu akan berdampak pada sejumlah operasi militer, intelijen, pelatihan, hingga pemeliharaan aset dan alutsista.

Termasuk yang terdampak adalah personel sipil dalam operasi yang dianggap tak esensial.

"Pemeliharaan (aset dan alutsista) kemungkinan besar akan berhenti ... lebih dari 50 persen personel sipil akan dirumahkan (furloughed). Begitu juga operasi intelijen yang membutuhkan banyak uang, itu juga akan berhenti," kata Mattis.

Kendati demikian, dalam kesempatan terpisah, Pentagon mengatakan bahwa "shutdown" itu tak akan memengaruhi operasinya di Afghanistan, perang melawan ISIS, serta lawatan Mattis ke Indonesia dan Vietnam -- karena dianggap penting untuk keamanan nasional dan hubungan luar negeri AS.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya