Liputan6.com, Jakarta Masyarakat mengeluhkan masih tingginya harga beras di pasar tradisional. Padahal, komoditas pertanian ini merupakan makanan pokok yang sulit tergantikan bahan makanan lain.
Seperti diungkapkan Rahma (40), salah satu pembeli di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dia mengaku harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli beras.
Rahma mengatakan, biasanya hanya cukup mengeluarkan uang sekitar Rp 9.000-Rp 9.800 per liter untuk mendapatkan beras ramos. Namun kini, dia harus membeli beras dengan kualitas yang sama seharga Rp 11.500-Rp 12 ribu per liter.
Baca Juga
Advertisement
"Biasanya yang Rp 9.000-an itu sudah bagus. Tapi sekarang beras kan lagi mahal. Sekarang kalau mau dapat yang bagus harganya Rp 11 ribuan. Yang Rp 10 ribu saja masih dapat yang jelek," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Pasar Minggu, Jakarta, Senin (22/1/2018).
Menurut dia, harga beras yang Rp 10 ribu lebih jelek karena warnanya agak kekuning-kuningan dan bulirnya kecil. Sedangkan beras yang bagus yaitu standar medium IR64 berwarna putih dan pulen. Namun harganya saat ini dibanderol lebih dari hampir Rp 12 ribu per liter.
"Kalau yang bagus itu warnanya putih, dia lebih bersih. Dulu Rp 9.000 sudah dapat yang kaya gitu, sekarang sudah Rp 11 ribuan," kata dia.
Sementara itu, Safrudin, salah satu pedagang beras di Pasar Minggu menyatakan, untuk harga beras IR64 memang sudah sangat tinggi.
Saat ini jenis beras tersebut dengan kualitas yang paling baik dibanderol Rp 13.000 per liter. Sedangkan beras yang paling mahal yaitu beras Muncul atau Rojolele yang dijual hingga Rp 15.500 ribu per liter.
"Harganya ada macam-macam, tapi memang lagi naik, terutama yang medium itu. Katanya ada operasi pasar juga belum ada pengaruhnya, harga masih tinggi di sini," tandas dia.
Tonton Video Pilihan Ini:
Jokowi Ingin Petani Jual Beras
Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin para petani menjual hasil panennya dalam bentuk beras, bukan lagi hanya gabah. Sebab keuntungan terbesar dari menanam padi sawah terjadi saat pasca panen bukan pada saat panen.
Pernyataan ini disampaikan Presiden Joko Widodo ketika berbicara pada Pengembangan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) Terintegrasi di Kawasan Transmigrasi, KTM Kabupaten Mesuji, Minggu 21 Januari 2018. Selama ini, kata dia, petani mengurus sawah dengan mengairi, memupuk dan panen, setelah itu menjualnya dalam bentuk gabah.
"Padahal keuntungan besar itu pada saat jadi beras. Jadi saya sampaikan agar jualnya dalam bentuk beras. Syukur sudah dikemas. Ini di penggilingan padi modern ini bisa dilakukan,” ujar dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (22/1/2018).
Di lokasi Kawasan Transmigrasi, KTM Kabupaten Mesuji, terdapat pabrik penggilingan padi. Presiden ingin melihat produktivitas dari penggilingan padi tersebut.
"Saya mau lihat dulu apa kapasitas di sini cukup atau enggak. Kalau enggak bisa ditambah. Bermanfaat atau tidak bermanfaat. Kalau tidak sudah tinggalkan. Kalau bermanfaat akan dibesarkan lagi sehingga kapasitasnya memenuhi yang ada di masyarakat," kata dia.
Saat ini, gabah yang dihasilkan petani hanya dihargai sebesar Rp 3.500 setiap kilogram (kg). Sedangkan harga beras berada di kisaran Rp 10 ribu-Rp 11 ribu per kg.
"Ini yang perlu kita lakukan bersama-sama sehingga sekali lagi produk pertanian kita tidak ketinggalan zaman. Ada pengerjaan setelah panen, pengeringan, digilang, dikemas baik apalagi diberi nama baik juga dikemas dalam kelompok besar petani, diberi merek. Itu akan memberi nilai tambah dengan menaikkan harga," jelas Jokowi.
Selain itu para petani harus mulai memikirkan untuk menjual hasil sawahnya tidak hanya di sekitar Mesuji. "Kalau dikemas yang baik orientasinya bisa dijual ke provinsi lain, bisa ke Lampung, bisa ke luar pulau atau kalau berasnya organik sekarang ini permintaan ekspor juga banyak sekali," lanjut dia.
Penjualan dapat dilakukan secara online melalui e-commerce dan media sosial. "Mulai harus seperti itu. Jadi pembelinya tidak sekitar itu kalau mulai online semua orang seluruh Indonesia, dunia, bisa membeli," kata dia.
Jokowi juga mengingatkan pentingnya petani melakukan konsolidasi dalam kelompok besar sehingga memiliki skala produksi yang besar. "Jangan bergerak sendiri akan sulit. Kalau bisa berproduksi dalam skala besar nanti petani bisa bersaing," kata dia.
Advertisement